Sejarah Maulid Nabi: Dimulai Mazhab Syiah Dilanjutkan Sunni, Ini Dalilnya

Raja dinasti Fathimiyyun membuat lima perayaan hari lahir ahlul bayt: maulid Nabi, Imam Ali bin Abi Thalib, Fatimah Az Zahra, Imam Hasan, dan Imam Husein.

Reza Gunadha
Selasa, 27 Oktober 2020 | 14:16 WIB
Sejarah Maulid Nabi: Dimulai Mazhab Syiah Dilanjutkan Sunni, Ini Dalilnya
ILUSTRASI -Perpustakaan yang konon dulunya adalah rumah kelahiran Nabi Muhammad SAW (Foto: Islamic Landmark)

SuaraJabar.id - Rabu 28 Oktober 2020, umat Islam di Indonesia dan belahan dunia lain akan memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang dilaksanakan setiap tanggal 12 Rabiul Awal, sudah memunyai sejarah panjang dan masih lekat hingga kini.

Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW sendiri pertama kali diadakan pada abad IV Hijriah oleh Dinasti Fathimiyyun yang bermazhab Islam Syiah di Mesir.

Penetapan peringatan pertama Maulid Nabi Muhammad SAW tersebut diungkap Al Maqrizy ahli sejarah islam yang dituangkan dalam bukunya Al Khutath.

Baca Juga:Wajib Tahu, Begini Sejarah Peringatan Pertama Maulid Nabi Muhammad SAW

Dalam kitab itu, dia menjelaskan dinasti Fathimiyyun yang kali pertama menyelenggarakan Maulid Nabi Muhammad SAW. Dinasti Fatimiyah adalah penguasa di seluruh Mesir kala itu.

Dinasti Fathimiyyun mampu menyelenggarakan Maulid Nabi Muhammad SAW karena dinasti ini telah menguasai mesir sejak tahun 362 H, dengan raja pertamanya Al Muiz lidinillah.

Ribuan umat muslim mengikuti Tabligh Akbar Majelis Rasulullah SAW di Lapangan Monas, Jakarta, Selasa (20/11). [Suara.com/Muhaimin A Untung]
Ribuan umat muslim mengikuti Tabligh Akbar Majelis Rasulullah SAW di Lapangan Monas, Jakarta, Selasa (20/11). [Suara.com/Muhaimin A Untung]

Raja Al Muiz bahkan dikenal sebagai penguasa yang tak hanya menetapkan perayaan dari Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW saja.

Pada awal menguasai mesir, raja dinasti Fathimiyyun telah membuat enam perayaan hari lahir, yang lima di antaranya ditujukan untuk ahlul bayt Rasulullah:

  1. Hari lahir ( maulid ) Nabi Muhammad SAW
  2. Hari lahir Imam Ali bin Abi Thalib
  3. Hari lahir Fatimah Az Zahra
  4. Hari lahir Imam Hasan
  5. Hari lahir Imam Husein
  6. dan, hari lahir raja yang berkuasa.

Sejak itulah raja penguasa mesir ini dan keturunan yang menjadi penguasa dari dinasti Fathimiyyun terus menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW hingga saat ini.

Baca Juga:Pemkot Balikpapan Izinkan Masyarakat Gelar Maulid Nabi di Tengah Pandemi

Setelah dinasti Fatimiyah runtuh tahun 1169 Masehi, lahirlah dinasti Ayyubiah yang dibangun Salahudin Al Ayyubi.

Kala itu, Shalahuddin al Ayyubi menyaksikan warga merayakan hari lahir Imam Ali bin Abi Thalib AS sebagai wujud kecintaan mereka.

Karena itulah, Salahuddin al Ayyubi menggagas festival syair, yang melahirkan syair-syair besar di bidang cerita tentang Nabi, yaitu ada Barzanji dan Ad Diba'I.

Dari sanalah muncul perayaan-perayaan maulid. Salahuddin al Ayyubi menilai perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW bisa membangkitkan semangat perjuangan umat Islam.

Oleh sebab itu, dia menginstruksikan perayaan Maulid Nabi setiap tahun di tanggal 12 Rabiul Awal. Perintah itu dia sampaikan pada musim haji tahun 579 hijriyah atau 1183 Masehi.

Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW di Indonesia
Sejarah peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Indonesia sendiri tak lepas dari peran para Wali Songo yang hingga kini diyakini sebagai para tokoh penyebar agama Islam di tanah air.

Sembilan orang wali Allah SWT ini turut diperingati sekira tahun 1404 masehi dimana peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dijadikan untuk menarik masyarakat terhadap ajaran agama Islam kala itu.

Penyebaran para Wali Songo yang banyak dilakukan di pulau jawa juga turut dileburkan dengan budaya jawa hingga beberapa wilayah di pulau jawa sering menyebut peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW sebagai Gerebeg Mulud.

Penamaan tersebut tak lepas dari cara perayaan para masyarakat yang sering menggelar upacara nasi pegunungan.

Hingga kini peringatan Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW sendiri masih terus dilakukan oleh umat muslim di tanah air setiap tahunnya.

Peringatan biasanya dilakukan dengan membaca manakib Nabi Muhammad dalam kitab Maulid Barzanji, Maulid Sumtud Dhurar,  Saroful Anam serta bacaan lainnya.

Uniknya, kebiasaan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, seluruh umat muslim yang telah membaca manakib tersebut akan disajian berbagai santapan khas yang hanya ada di peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, salah satu makanan khasnya yakni nasi kebuli dengan daging kambing.

Perayaan sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW menjadi kebahagian bagi umatnya, yang hingga kini menjadi umat yang ditolong dari kegelapan menuju terang benderang.

Selain itu umat muslim di Indonesia juga mentauladini Rasulullah baik jalan hidup dan tuntunan yang disampaikannya kepada umatnya di dunia kini.

Peringatan sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW diartikan sebagai kegembiraan bagi umat Islam, umat yang diyakini telah ditolong nabi Muhammad SAW dari kegelapan. Berkat kelahiran nabi Muhammad SAW umat muslim saat ini memiliki hari besar lain dalam Islam

Tanpa adanya sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW maka tidak akan ada perayaan Nuzulul Quran, Isra Mikraj dan hari besar Islam lainnya.

Dalil Maulid Nabi

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW sendiri dalam dalil juga diperkuat diantaranya hadis shahih Imam Muslim yang disebutkan: ketika Nabi Muhammad SAW ditanya mengapa puasa di hari senin dan menjawab bahwa itu hari lahirnya itulah nash yang paling jelas dinilai diperbolehkannya peringatan Maulid nabi.

Penguatan lain di antaranya perintah Allah SWT untuk bersalawat yang terdapat pada surah Al-Ahzab:56,  “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat atas Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kalian untuknya dan ucapkanlah salam sejahtera kepadanya.”

Peringatan Maulid Nabi juga bisa didasarkan atas hadis yang diriwayatkan Abdullah bin Mas’ud. “Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin, ia pun baik di sisi Allah, dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin, ia pun buruk di sisi Allah.”

Ribuan umat muslim mengikuti Tabligh Akbar Majelis Rasulullah SAW di Lapangan Monas, Jakarta, Selasa (20/11). [Suara.com/Muhaimin A Untung]
 [Suara.com/Muhaimin A Untung]

Baik buruknya suatu peringatan yang bisa menimbulkan polemik umat, sangat tergantung dari keyakinan. Imam Syafi’i mengatakan suatu kebaikan yang baru dan tidak bertentangan dengan kitabullah, sunnah dan ijmak dinilai terpuji. Sesungguhnya tidak semua bid’ah itu haram.

Jika haram, niscaya haramlah pengumpulan lembaran Alquran yang dilakukanSayyidina Umar, Abu Bakar Utsman dan Zaid.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini