Terpisah, Suara.com telah mencoba beberapa kali menghubungi Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat Pelayana Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Mitha Rovianti untuk meminta tanggapan terkait dengan peningkatan kasus kekesaran seksual dan KBGO di Kota Bandung serta penanganan terhadap korban kekerasan seksual, namun tidak mendapat jawaban.
“Untuk menyampaikan informasi ini saya harus izin pimpinan dulu ya,” ungkapnya ketika dihubungi pertama kali pada Selasa (24/11).
Suara.com mencoba kembali mengkonfirmasi kepada Mitha untuk kedua kalinya pada Jumat (27/11), perihal bagaimana langkah dan strategi pendampingan yang dilakukan oleh pihaknya terhadap korban kekerasan seksual.
Ketika ditanya mengenai apakah pihak P2TP2A menerima laporan pengaduan kekerasan seksual, ia mengaku ada pelaporan yang masuk. Namun, ia menampik adanya peningkatan kasus pada tahun 2020.
“Ada (pelaporan kasus), tahun ini menurun. Kami lakukan konseling terhadap klien,” tulisnya.
Baca Juga:Dipecat Gereja, Pendeta Suarbudaya Harus Keluar dari Sekretariat GKA
Selebihnya ia tidak merespon pertanyaan yang dilontarkan dan meminta agar Suara.com meminta ijin pimpinan terlebih dahulu sebelum wawancara.
Respon datar dari pemerintah terkait di Kota Bandung terhadap kekerasan seksual, baik di ranah offline dan online, semakin memperpanjang jalan korban dan penyintas kekerasan seksual untuk mendapat keadilan.
Meskipun kasus kekerasan seksual setiap tahunnya meningkat, regulasi yang ada belum ramah terhadap korban kekerasan seksual.
Ke depan, korban KBGO juga masih akan menempuh jalan sunyi untuk mendapat keadilan dan perlindungan yang aman dari negara. Melanjutkan tuntutan dari Komnas Perempuan dan lembaga-lembaga pendamping korban kekerasan seksual di Bandung, maka jika negara memang benar ingin hadir untuk melindungi perempuan dan hak-hak korban kekerasan seksual, maka solusinya mengesahkan RUU PKS.
“Solusinya RUU PKS! Karena asas keadilan di dalam roh RUU PKS ini sebenarnya mendorong agar korban mendapat jaminan pemulihan yang menyeluruh, komperhensif, dan jaminan rehabilitasi untuk pelaku yang memang tujuannya memutus rantai kekerasan,” tuntut Ressa mewakili Komunitas Samahita dan para korban di Bandung. [Emi La Palau]
Catatan Redaksi: Tulisan ini bagian dari program Story Grant Pers Mainstream Jawa Barat yang digelar oleh Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) kerja sama dengan Friedrich-Naumann-Stiftung fur die Freiheit (FNF) dan Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Baca Juga:Gereja Pecat Pendeta Suarbudaya, Diduga Lakukan Kekerasan Seksual