SuaraJabar.id - Pandemi Covid-19 masih menjadi tantangan bagi perekonomian nasional pada tahun 2021, sehingga penerimaan negara dari sektor perpajakan berpotensi turun drastis.
Meski begitu, Direktur Jenderal Pajak atau Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengaku punya sejumlah strategi khusus untuk meningkatkan penerimaan pajak tahun depan.
"Pemerintah tetap menggunakan instrumen perpajakan sebagai salah satu instrumen untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional (PEN) dengan memberikan insentif yang selektif dan terukur," kata Suryo Utomo.
Selain itu, kata dia, Direktorat Jenderal Pajak atau DJP akan menerapkan basis perluasan basis pajak melalui pengawasan dan penegakan hukum.
"Di sisi lain, kami melakukan perluasan basis pajak untuk meningkatkan penerimaan pajak di tahun 2021. Caranya, kami terus melakukan pengawasan dan penegakan hukum supaya basis pajak bertambah luas, pembayaran pajak bertambah dan kualitas pembayaran pajak menunjukkan peningkatan," ujarnya.
Baca Juga:Pandemi Covid-19, Dinkes Sleman Tetap Maksimalkan Posyandu untuk Balita
Ia merinci, pengawasan dilakukan dengan metode berbasis kewilayahan, dan pengawasan berbasis Wajib Pajak, Wajib Pajak Penentu Penerimaan.
Ia menambahkan, DJP juga akan memperluas basis pajak melalui peraturan seperti yang terdapat dalam Perppu No. I/2020 atau UU No.2 yang salah satunya membahas pengenaan PPN transaksi dari luar daerah pabean untuk barang atau jasa yang tidak berwujud.
"Kami berusaha untuk meningkatkan atau membentuk regulasi untuk mengcollect objek-objek yang selama ini belum terkumpulkan," terangnya.
Untuk multilateral instrument on tax treaty atau MLI, yaitu modifikasi pengaturan tax treaty secara serentak, tanpa melalui proses negosiasi bilateral, akan diterapkan pada tahun 2021 untuk pemotongan dan pemungutan pajak mulai pada 2021 serta untuk pajak yang lain mulai pada 2022.
"Untuk multilateral instrument on tax treaty (MLI), betul Indonesia telah mengirimkan notifikasi pada November 2020. MLI ini akan diterapkan untuk pemotongan dan pemungutan pajak mulai tahun 2021 dan untuk pajak yang lain mulai tahun 2022," paparnya.
Ada 21 negara atau yurisdiksi yang sudah dinotifikasi melalui OECD dimana ada kemungkinan Indonesia bisa memperbaiki beberapa klausula P3B atau Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda supaya sesuai tujuan untuk mengantisipasi melaksanakan Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) Action Plan no.15.
Baca Juga:Industri Sawit Dinilai sebagai Penyelamat Ekonomi Akibat Pandemi
Saat ini DJP mempersiapkan beberapa Surat Edaran terkait implementasi MLA (Mutual Legal Assistance) atau Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam masalah pidana diusulkan Menteri Keuangan.
"Harapan ke depan, aktivitas rencana aksi BEPS dapat terlaksana dengan baik, tidak hanya BEPS ke-15 tapi juga BEPS yang lain," pungkasnya.