SuaraJabar.id - Polisi membubarkan sebuah acara resepsi yang diadakan di gedung sekolah. Pesta pernikahan itu digelar secara diam-diam selama masa lockdown.
Begitu disambangi pihak kepolisian, pesta pernikahan ini langsung kacau. Tamu undangan disebutkan kocar-kacir melarikan diri.
Hajatan nikahan dengan 400 tamu undangan ini digelar di bangunan sekolah Yahudi Ortodoks Charedi di Stamford Hill, Inggris.
Menyadur BBC, Sabtu (23/01/2021), petugas menemukan jendela di The Yesodey Hatorah Senior Girls' School dalam posisi tertutup.
Baca Juga:Rabbi Yahudi Ortodoks: Vaksin Covid-19 Ubah Lelaki Jadi Gay
Penyelenggara pesta dikenakan hukuman denda sekitar Rp 192 juta karena melanggar aturan lockdown.
Polisi Met awalnya mengklaim sekitar 400 tamu menghadiri pertemuan tersebut. Tapi dalam sebuah pernyataan, mereka menyebut sekitar 150 orang yang hadir di pesta pernikahan ini yang melanggar hukum ini.
"Orang-orang di seluruh negeri membuat pengorbanan dengan membatalkan atau menunda pernikahan dan perayaan lainnya dan tidak ada alasan untuk jenis perilaku ini.
"Petugas saya bekerja tanpa lelah dengan masyarakat dan kami tidak akan ragu untuk mengambil tindakan penegakan hukum jika itu diperlukan untuk menjaga keamanan orang."
Sementara itu, Boris Johnson melalui juru bocara mengatakan akan mengambil tindakan serius terhadap orang yang secara mencolok dan egois mengabaikan aturan.
Baca Juga:Soal Terompet Yahudi, Budiman Sindir UAS: Jadi Tokoh Jangan Sembarangan
"Pertemuan besar seperti itu menimbulkan risiko kesehatan, tidak hanya bagi mereka yang hadir tetapi mereka yang tinggal bersama mereka atau orang lain yang mungkin berhubungan dengan mereka."
The Yesodey Hatorah Senior Girls' School adalah sekolah putri Yahudi Ortodoks Charedi. kepala sekolahnya meninggal bulan April lalu karena Covid-19.
Juru bicara sekolah ini mengatakan aula sekolah mereka memang kerap disewakan tapi ia tak mengetahui jika itu akan dijadikan pesta pernikahan.
Rabbi Mirvis, yang menjabat sebagai kepala komunitas Yahudi ortodoks Inggris tetapi bukan pemimpin kelompok Charedi, menyebut pesta pernikahan itu sebagai "penodaan paling memalukan dari semua yang kita sayangi".