Fauzian sempat mengalami kejang-kejang cukup lama kemudian muntah, ia keracunan ketuban sang ibu, dan tangan kirinya lumpuh tidak bergerak. Kabar tidak mengenakkan lain, lingkar kepalanya terus membesar dan harus dioperasi.
Sejak lahir, diketahui lingkar kepala Fauzian berukuran 37 cm, lalu mulai bertambah 41 cm, dan terakhir diukur kembali sudah semakin bertambah menjadi 45 cm. Kondisi ini yang akhirnya membuat Saepuloh dan istrinya semakin khawatir terhadap kondisi anak pertama mereka.
Ia ingin, Fauzian bisa segera dioperasi, karena jika terus menunggu pihaknya mengkhawatirkan kepala sang anak terus membesar.
Setelah berputar-putar mencari rumah sakit yang dapat menangani anaknya, akhirnya keluarga mendapat nomor antrian di RS Santosa.
Baca Juga:Curhat Pemikul Jenazah Covid-19 TPU Cikadut Disebut Pungli dan Mogok Kerja
Sebelumnya, Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak Kota Bandung (RSKI) tempat istrinya melahirkan tidak mampu mengambil banyak tindakan terhadap kondisi Fauzian dengan alasan keterbatasan alat operasi.
Saepuloh dan keluarga lalu disarankan untuk di rujuk ke Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, namun pil pahit kembali ditelan, pasalnya setelah menunggu beberapa waktu, pihak rumah sakit malah menyarankan agar dirujuk ke rumah sakit lain tanpa memberikan alasan mengapa di RSHS tidak bisa menangani Fauzian.
Ketika itu, sang istri ditemani kaka perempuan Yeni (32) yang membantu mengantar Fauzian ke RSHS Bandung. Namun setibanya di rumah sakit, pihaknya tidak langsung mendapat penanganan. Dokter yang ditemui justru menyarankan agar dirujuk ke rumah sakit lain.
“Waktu ke RSHS ketemu dokter bedah syaraf dr. Asep Nugraha Hermawan, tapi katanya sebaiknya diganti rujukannya jangan RSHS ke RS Santosa saja, kata dokternya sudah menghubungi pihak RS Santosanya, tapi kami tidak diberikan surat rujukan dan kami keluarga disuruh pulang,” ungkap Yeni menjelaskan.
“Akhirnya kami harus minta surah rujukan lagi dari Puskesmas Cibuntu untuk dirujuk kembali ke RSKIA, baru dari RSKIA minta dirujuk ke RS Santosa, tapi itu bingung tidak dijelaskan (oleh RSHS) alasannya kenapa tidak bisa dirawat,” tambah Yeni menjelaskan.
Baca Juga:Cerita Tukang Panggul Jenazah COVID-19 Cikadut Sakit Hati ke Wali Kota Oded
"Di Santosa, sudah di-scan, dan sudah ambil nomor antrian, soalnya kataya kamar penuh, harus tunggu di tanggal 4 Februari katanya nanti akan dihubungi pihak rumah sakit," tambah Saepuloh.