Mata Air Kering, Warga Tuding Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung

Sebelum adanya mega proyek nasional tersebut, mata air Sumumput tidak pernah mengalami kekeringan meski dilanda kemarau berkepanjangan.

Ari Syahril Ramadhan
Rabu, 24 Februari 2021 | 11:32 WIB
Mata Air Kering, Warga Tuding Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Seorang warga menunjukan retakan rumah akibatnya ledakan pembuatan Tunnel 11 Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang kini sudah ditinggal pemiliknya. Kekinian, aktivitas pembangunan proyek ini disebut warga juga menghilangkan mata air mereka. [Suara.com/Ferry Bangkit]

SuaraJabar.id - Sambil memendam kesal, Alit Suryana (59) menunjukan lokasi sumber mata air sebagai penghidupan warga Kampung Dangdeur, RT 03/09, Desa Cikalong, Kecamatan Cikalongwetan, Kabupaten Bandung Barat (KBB).

Kekesalan Alit tentunya bukan tanpa alasan. Mata air yang disebut warga Sumumput, yang selama puluhan tahun menjadi sumber penghidupan tiba-tiba tak mengalir normal sejak dua tahun terakhir.

Warga meyakini sumber air yang menghidupi puluhan rumah di kampung tersebut 'dirampas' oleh PT KCIC. Keyakinan mereka berdasar. Sebab sejak adanya proyek pembuatan tunnel atau terowongan untuk trase Kereta Cepat Jakarta-Bandung, mata air tersebut menjadi hilang.

Padahal sebelum adanya mega proyek nasional tersebut, mata air Sumumput tidak pernah mengalami kekeringan meski dilanda kemarau berkepanjangan. Jarak mata air tersebut dengan lokasi proyek pembuatan terowongan hanya sekitar 100 meter.

Baca Juga:Tak Punya Dana untuk Operasional PPKM Mikro, Pemerintah Desa Kasbon

"Sejak ada pembangunan kereta cepat, air gak ada, kering total. Padahal sebelumnya gak pernah surut meskipun kemarau berbulan-bulan," ungkap Alit saat disambangi Suara.com, Rabu (24/2/2021).

Musim hujan seperti saat ini yang diharapkan mata airnya bisa muncul lagi, nyatanya malah tak kunjung mengalir. Akhirnya jalan menuju sumber mata air Sumumput pun dibiarkan begitu saja. Jalannya sudah ditebali dengan tumpukan pohon bambu dan dedaunan.

Padahal mata air itu dulunya jadi andalan warga sekitar. Bahkan dari luar wilayah tersebut kerap mengambil air dari sumber tersebut saat musim kemarau. Sejak 'terampasnya' sumber mata air tersebut, posisinya malah terbalik.

Kini warga Kampung Dangdeur 'mengemis' air bersih ke wilayah tetangga. Seperti yang dilakukan keluarga Alit. Ia terpaksa harus meminta air bersih dari tetangganya di beda kampung. Menggunakan selang, Alit harus merogoh koceh Rp 40 ribu per bulan untuk membayar air. Dengan catatan, ia hanya dialiri air satu jam saja.

"Sekarang hujan juga tetep gak ngalir. Dulu mah, masyarakat dari daerah lain juga ambil air, bawa jeligen ke sini. Sekarang kebalik," ujar Alit.

Baca Juga:Viral Hotel di Bandung Dijual di Situs Jual Beli, Ini Kata Pengelola

Sebenarnya, kata Alit, pihak berkepentingan dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung sudah membuatkan sumur bor. Namun tiga kali gagal mengeluarkan air, sehingga tidak bisa dimanfaatkan warga.

Menurutnya, tertutupnya mata air Sumumput bukan hanya menghentikan aliran air ke rumah warga. Tetapi juga terhadap sawah milik warga setempat. Meski tak terlalu luas, namun sawah tersebut terpaksa malah jadi kebun lantaran tak teraliri air.

"Awalnya sawah, tapi sekarang kering. Dijadiin kebun," ucap Alit.

Ternyata bukan mata air Sumumput saja yang hilang dengan dugaan akibat aktivitas proyek PT KCIC, tapi ada satu lagi yakni mata air di Kampung Pangkalan, RW 12, Desa Cikalong, Kecamatan Cikalong Wetan, KBB.

Jika di Kampung Dangdeur, RT 03/09 hanya sekitar 32 Kepala Keluarga (KK), maka di RW 12 ada sekitar 104 KK yang tidak teraliri air bersih dari sumbernya sejak adanya proyek tersebut.

"Kalau di Kampung Dangdeur ini hanya satu RT, kalau di Pangkalan satu RW," kata Kepala Dusun IV Desa Cikalong, Agustian Hidayat.

Titik sumber mata air di Kampung Pangkalan menurutnya tepat berada di atas terowongan trase kereta cepat.
"Kemungkinan karena berdekatan, jadi sumber mata airnya tertutup," ucapnya.

Ada berbagai cara yang dilakukan warga agar tetap bisa menikmati air bersih. Dari mulai menggunakan air sungai, sampai menyambung dari wilayah tetangga. Adapula yang membuat sumur bor.

Pihak desa, kata Agustian, sudah melayangkan surat kepada pihak KCIC namun tak kunjung mendapat balasan.

"Desa sudah melayangkan surat ke Jakarta (KCIC), belum ada respon," ujarnya. [Suara.com/Ferry Bangkit]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini