Kas keuangannya bertambah dalam beberapa tahun terakhir sejak adanya pemberian dana insentif dari Pemkot Cimahi. Ia mendapat Rp600 ribu per bulan, yang biasanya diterimanya setiap tiga bulan sekali.
Meski dengan penghasilan yang terbilang pas-pasan, Eko tetap bersyukur dan menikmati profesinya sebagai guru non PNS. Ia dan para guru honorer lainnya tetap semangar dalam memberikan pelayanan pendidikan kepada para siswa.
Keringat lelah Eko selama ini tak sia-sia dan patut ditiru. Sebab dengan penghasilannya itu ia bisa menyekolahkan anaknya hingga memiliki gelar sarjana.
Banyak Guru Honorer Cari Sampingan
Baca Juga:Ketua MPR Dorong PGRI Dampingi Guru Honorer Hervina Hadapi Masalah
Sebetulnya, ungkap Eko, bukan hanya dirinya saja yang memiliki sampingan lain selain menjadi guru honorer. Ada juga beberapa temannya yang mencari penghasilan lain, seperti berjualan makanan dan sebagainya.
"Jualan makanan ringan, bakso tahu keliling, jualan martabak telur puyuh. Ada yang les ngaji," sebutnya.
Berharap Ada Prioritas dalam Seleksi P3K
Sebab usianya yang sudah tidak muda lagi, Eko berharap ada skala prioritas dari pemerintah kepada dirinya dan tenaga honorer lainnya untuk diterima dalam seleksi menjadi Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja (P3K).
Apalagi menurut informasi, tahun ini akan ada penerimaan P3K. "Harapan kami, tentunya tenaga Honorer K2 diberikan kemudahan atau skala prioritas sehingga bisa lolos P3K," kata Eko.
Baca Juga:DPR RI Janji Perjuangkan Nasib 1.044 Guru Honorer di Kepri Jadi PPPK
Secara pribadi, Eko mengaku tidak perlalu percaya diri untuk ikut seleksi dan bersaing dengan peserta lainnya yang fres graduate. Meski begitu, ia akan tetap mencobanya jika ada kesempatan.