SuaraJabar.id - Ada pepatah banyak jalan menuju Roma. Pemudik yang nekat melanggar larangan mudik biasanya memaknai pepatah ini dengan melewati jalur tikus untuk menghindari pos penyekatan.
Namun petugas tak kalah cerdik. Mereka juga mendirikan pos pemantauan di banyak jalur tikus. Tak ayal, banyak juga pemudik yang telah susah payah lewat jalan tikus namun akhirnya diputar balik juga.
Di Kabupaten Bandung, ada sebuah jalur tikus yang tak dijaga petugas. Jalan ini menghubungkan Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung.
Meski tak dijaga petugas, sepertinya pemudik juga ogah melewati jalur ini. Selain karena kontur jalan yang sempit dan penuh tikungan, jalur ini juga dikenal angker dan rawan begal.
Baca Juga:Menhub Klaim Penyekatan Berlapis Efektif Turunkan Arus Mudik Lebaran
Jalur tikus yang terpantau belu dijaga petugas ini adalah Jalan Raya Cibeureum di Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung yang dapat menjadi jalur alternatif dari Kota Bandung ke Pangalengan, Pameungpeuk, Garut, dan masih banyak lagi.
Namun, pengendara yang hendak menggunakan jalur ini untuk menghindari penyekatan jalan larangan mudik harus siap menghadapi berbagai risiko alias bernyali besar.
Pemudik dari Kota/Kabupaten Bandung dengan tujuan wilayah yang telah disebutkan di atas memang tidak akan menemui cek poin larangan mudik.
Baik siang maupun malam, pemudik bisa menggunakan jalur itu tanpa harus menghadapi pemeriksaan petugas.
Pertama-tama, pemudik bisa menggunakan Jalan Gedebage Selatan yang selanjutnya akan terhubung dengan Jalan Raya Sapan. Dari jalan tersebut, pemudik bisa mengambil jalan tembusan ke arah Jalan Bojong Cipala Buay yang membelah area persawahan. Jalan itu nantinya akan membawa pemudik ke Alun-alun Ciparay.
Baca Juga:Hari Keempat Larangan Mudik, 1.500 Kendaraan Gagal Masuk Palembang
Dari Alun-alun Ciparay, selanjutnya tinggal belok ke Jalan Pacet dan terus mengikuti jalan sampai ke pertigaan sebelum SMP PGRI Pacet. Di pertigaan tersebut, pemudik hanya perlu berbelok kiri, masuk ke wilayah Desa Cikitu, dan terus mengikuti jalan sampai ke Kecamatan Kertasari.
Perlu diketahui, saat memasuki wilayah Kecamatan Kertasari, beberapa provider penyedia internet sama sekali tidak bisa digunakan. Kendati demikian, tanpa GPS sekalipun, pemudik tidak perlu khawatir kehilangan arah.
Selanjutnya, pemudik akan dibawa melewati Wisata Alam Cibutak dan Batu Nanceb sebelum sampai ke wilayah Desa Sukapura yang sudah cukup ramai dengan bangunan rumah yang berjejer. Namun, sebelum dan sesudah desa itu, pemudik harus melintasi jalan yang didominasi dengan perkebunan.
Jalan yang dihiasi dengan tikungan-tikungan tajam dan tepat berada di pinggir tebing menjadi alasan yang membuat jalan ini cukup berisiko. Beberapa tumpukan pasir yang ditemui di tepi-tepi jalan pun membuat perlintasan menjadi licin.
Pada siang menuju sore hari, jalanan tersebut memang cukup ramai oleh kendaraan yang melintas. Namun, jarang sekali ditemui kendaraan roda empat. Hal itu wajar saja mengingat lebar jalan yang tidak terlalu luas.
Lebar jalan itu seukuran dua mobil sehingga jika ada mobil yang berpapasan dari arah yang berlawanan, jalan tersebut akan menjadi macet. Oleh karena itu, kebanyakan kendaraan yang berseliweran adalah kendaraan roda dua.
Dari pantauan Ayobandung.com-jejaring Suara.com, Minggu, 9 Mei 2021, nyaris tidak ditemukan adanya pengendara yang tampak seperti pemudik. Kebanyakan di antaranya terlihat seperti warga sekitar dengan plat nomor D dan Z.
Pengemudi sepeda motor yang menggunakan jalan itu pun seringkali memacu kendaraan dengan ugal-ugalan. Jarang sekali ditemui pengemudi yang menggunakan helm, dan tidak sedikit di antara mereka yang mengambil jalur lawan arah secara ekstrem, bahkan sampai nyaris ke bahu jalan.
Oleh karena kondisi yang demikian, wajar saja jika jalan ini menjadi lokasi yang rawan kecelakaan. Bahkan, di saat melakukan pemantauan, terjadi kecelakaan yang menyebabkan kepala pengemudi bocor.
Seandainya pemudik terlalu khawatir untuk melintasi jalan di siang hari karena ramainya pengemudi sepeda motor yang memacu kendaraannya dengan kencang, pemudik bisa memilih waktu pada malam hari. Akan tetapi, ada risiko tersendiri juga yang harus dihadapi.
Sekitar pukul 22.00 WIB Jalan Pacet-Cibeureum sudah terbilang sangat sepi. Bahkan, pada sekitar pukul 23.30 WIB, dari Jalan Raya Pacet menuju Desa Cikitu sampai Desa Sukapura, hanya ditemui satu warung yang buka. Dari Sukapura dan seterusnya, jalanan semakin gelap, berkelok-kelok dan licin.
Seorang warga setempat Endang Syarifudin mengatakan Jalan Raya Cibeureum memang cenderung sepi dari pemudik yang melintas.
"Sepi kalau di sini. Mungkin karena kondisi jalanannya, ya. Gelap," ujar Endang saat ditemui sekitar pukul 00.00 WIB, Minggu (9/5/2021).
Jalan Raya Cibeureum memang sangat gelap pada malam hari. Kendaraan dengan kondisi lampu yang tidak terlalu terang akan sangat berisiko saat menempuh jalur ini. Selain itu, ternyata dari Desa Sukapura sampai seterusnya adalah jalanan yang rawan pembegalan.
Fikri Nurhalim, seorang pedagang bakso di Jalan Raya Pacet, mengatakan, Jalan Raya Cibeureum merupakan lokasi favorit para begal untuk beraksi. Baik pengemudi sepeda motor maupun mobil, sangat rentan menjadi korban jika melewati jalan saat malam sudah tiba.
"Di Jalan Cibeureum mah banyak begal, masih rawan begal kalau di sana," ungkap Fikri.
Selain begal, Jalan Raya Pacet sebelum memasuki wilayah Cibeureum pun cukup banyak ditemui geng motor. Menurut pedagang es kelapa di dekat SMP PGRI Pacet yang hanya ingin diperkenalkan dengan nama Aang, aktivitas geng motor sudah sangat lumrah di sekitar tempat dirinya berdagang.
"Kalau akhir pekan apalagi. Banyak sekali jumlahnya. Ada yang dari Ciparay, ada juga yang dari Garut atau Majalaya," kata Aang.
Intinya, meski Jalan Raya Cibeureum dapat menjadi jalur tikus alternartif di saat larangan mudik berlangsung, pemudik yang melintas harus siap dihadang dengan berbagai risiko.
Oleh karena itu, pemudik yang memilih jalan ini sebagai rute tampaknya harus memikir dua kali jika tidak terlalu hapal dengan medan.