Dalam perkara ini, Rahardjo dan PT CMI Teknologi terbukti menikmati keuntungan sebesar Rp6 0,329 miliar dan juga memperkaya orang lain, yaitu bekas staf khusus (narasumber) Bidang Perencanaan dan Keuangan Bakamla Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi sebesar Rp3,5 miliar dari pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS.
Perseroan Terbatas (PT) CMI Teknologi melakukan subkon dan pembelian sejumlah barang yang termasuk pekerjaan utama ke 11 perusahaan.
Hingga batas akhir 31 Desember 2016, Rahardjo tidak dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut, bahkan ada sejumlah alat yang baru dapat dikirim dan dilakukan instalasi di pertengahan 2017.
Namun, PT CMI Teknologi tetap dibayar, yaitu sebesar Rp 134,416 miliar. Dari jumlah tersebut, ternyata biaya pelaksanaan hanya sebesar Rp 70,587 miliar sehingga terdapat selisih sebesar Rp 63,829 miliar sebagai yang merupakan keuntungan dari pengadaan backbone di Bakamla.
Baca Juga:Usai Diperiksa KPK, Begini Aktivitas Terbaru Suami Winda Viska
Pengadaan backbone yang dilaksanakan oleh PT CMI Teknologi tersebut pada akhirnya tidak dapat dipergunakan sesuai dengan tujuan yang diharapkan karena kualitas sistemnya belum berfungsi dengan baik.
Hal itu tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan fisik oleh Tim Ahli Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya tanggal 29 Oktober 2019 yang menyatakan bahwa meskipun semua bill of material yang telah dijanjikan dalam kontrak dapat dipenuhi oleh kontraktor.
Namun, secara fungsi tidak dapat didemonstrasikan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan.