Selain perbedaan jenis suara, angklung Buncis dari Jajaway juga memiliki keunikan dari bahan bambu yang dipakai. Jika biasanya angklung dibuat dari bambu hitam, Angklung Buncis dibuat dar bambu ater atau buluh jawa.
"Sebetulnya kalau dulu tak hanya dimainkan untuk Ngamandian Goong Si Beser. Tapi ritual lain seperti saat mau menanam padi, panen raya, nikahan, hingga Nyunatan budak," jelasnya.
Diajukan Warisan Tak Benda
Kepala Seksi Bina Budaya pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan KBB, Hernandi Tismara mengatakan, apresiasi masyarakat terhadap Upacara Ngamandian Goong Sibeser sangat besar.
Baca Juga:Play-off Kualifikasi Piala Asia 2023: Timnas Indonesia Hadapi Taiwan di Thailand
Hal itu bisa dilihat dari proses awal pelaksanaan ritual ini, ada unsur hiburan berupa arak-arakan yang diiringi seni buhun angklung buncis.
"Proses hiburan berlangsung dari lapangan tempat berkumpulnya masyarakat sampai ke tempat upacara di pancuran tarengtong. Tarengtong adalah sungai kecil di kaki Gunung Buninagara, letaknya di Pasir Sumeja," katanya.
Upacara Ngamandian Goong Sibeser ini pertama kali digagas oleh Embah Kaliman sebagai leluhur masyarakat Kampung Jajaway agar tanah menjadi subur dengan datangnya air.
"Kalau berdasarkan penjelasan tokoh masyarakat setempat bernama Abah Unar, Embah Kaliman adalah keturunan Eyang Adipatiukur, yaitu Kepala Pemerintahan di Tanah Ukur Batu Layang," katanya.
Embah Kaliman sebagai tokoh yang sengaja tinggal di Kampung Jajaway. Penggunaan kata Jajaway yang berarti nama sebuah pohon yang ada di Kampung Jajaway.
Baca Juga:Link Net Terus Lakukan Berbagai Upaya dan Optimalisasi Layanan
"Pelaksanaan Upacara Ngamandian Goong Sibeser telah ada sejak zaman dulu," tuturnya.