SuaraJabar.id - Digitalisasi kini menjadi senjata utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI, guna menghadapi tantangan dalam pengembangan bisnis mikro dan ultra mikro, seiring dengan berjalannya lini usaha baru Holding Ultra Mikro (UMi) bersama PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM.
Direktur Utama BRI, Sunarso mengatakan, terdapat dua tantangan utama dalam menangani bisnis mikro dan UMi, yaitu tingginya operational cost dan operational risk khususnya pada pelayanan nasabah yang dilakukan secara manual.
“Digitalisasi bisa dijadikan senjata utama dalam menghadapi kedua tantangan tersebut. Melalui digitalisasi, tingginya operational cost dan operational risk yang lebih disebabkan karena human error akan lebih terkendali,” imbuhnya.
Meskipun demikian, digitalisasi juga memiliki tantangan tersendiri, karena banyaknya masyarakat di Indonesia yang masih belum melek digital. Oleh karena itu, transisi menuju masyarakat digital pun membutuhkan effort lebih.
Baca Juga:Bank BRI Terima Kucuran Dana Rp41 Triliun Dari Right Issue, 70 Persen Dari Asing
Nantinya, perusahaan yang akan mendorong SDM agar lebih berperan di garis depan, yakni berinteraksi langsung dengan masyarakat sebagai penyuluh digital yang mengajari masyarakat secara digital.
Terkait optimisme digitalisasi saat pandemi Covid-19, menurutnya, justru kondisi pandemi ini mempercepat proses tersebut di tengah masyarakat. Pandemi terbukti dapat menjadi akselerator proses digitalisasi.
Sebagai contoh, penggunaan BRImo terus menunjukan peningkatan signifikan hingga mencapai 86,7%, dari 11,7 juta pengguna per Juni 2021. Sedangkan pengguna QRIS melalui BRI terdapat sekitar 1 juta merchant per September 2021, atau meningkat 700%.
Sepanjang 2021, jumlah transaksi melalui e-channel BRI menembus Rp5,7 miliar.
Terkait dengan optimisme pertumbuhan kredit, pihaknya sangat optimistis, karena di saat kredit (industri perbankan) yang hanya tumbuh kurang dari satu persen saat pandemi, di BRI kredit mikro mampu tumbuh 17 persen.
Baca Juga:Bank BRI, Memerdekakan UMKM dan Mempercepat Inklusi
Prioritas Holding UMi
Seperti diketahui, dalam rangka pembentukan holding ultra mikro, BRI telah merampungkan aksi korporasi rights issue dengan nilai total Rp95,9 triliun. Sebesar Rp54 triliun diantaranya berupa non cash berbentuk inbreng saham pemerintah di Pegadaian dan PNM, selebihnya Rp41 triliun adalah dana tunai dari investor publik. Bahkan rights issue BRI ini pun mengalami oversubscribe sampai 1,53%.
Sunarso pun menjelaskan, dana segar yang digunakan untuk membiayai Holding UMi tersebut akan lebih diprioritaskan untuk pemberdayaan sekitar 14 juta pelaku usaha ultra mikro, yang sama sekali belum mendapatkan kucuran dana pengembangan usaha.
Riset perseroan menunjukkan, pada 2019, terdapat sekitar 46 juta pengusaha UMi di Tanah Air. Dari jumlah itu, sekitar 20 juta sudah terlayani lembaga keuangan formal seperti bank, BPR, koperasi simpan pinjam, dan fintech. Sekitar 26 juta pelaku usaha UMi belum terlayani Lembaga keungan formal. Bahkan terdapat 14 juta yang belum terlayani sema sekali.
“Maka fokus BRI diarahkan untuk mempercepat dalam memberikan layanan kepada yang belum disentuh lembaga keuangan formal, yang sebanyak 14 juta. Selanjutnya, kami mengembangkan yang sudah dilayani rentenir atau yang pinjam ke kerabat dan lain-lain, untuk dapat dimasukan ke dalam sistem keuangan yang formal. Saya kira itu dulu yang paling penting yang menjadi prioritas dalam waktu dekat ini,” tuturnya menjelaskan.
Sedangkan terkait sebaran penyaluran dan pemberdayaan, pihaknya berkaca dari Kredit Usaha Rakyat (KUR). Menurutnya, yang menerima KUR paling banyak adalah di Jawa dan Bali, serta sebagian Sumatra.
Pihaknya akan melihat kepadatan penduduk dalam satu wilayah atau density dalam melakukan pemberdayaan dan penyaluran kredit.
“Di semua lini akan ada proses digitalisasi, sehingga dapat menjangkau seluruh wilayah, mulai dari area perkotaan, sub urban yang juga sudah banyak digital minded, sehingga diharapkan dapat berjalan lebih cepat. Intinya, pemerataan tetap kita lakukan dan sasarannya per 100 kepala keluarga berapa yang dapat sentuhan pembiayaan dari lembaga keuangan formal,” tutupnya.