SuaraJabar.id - Dalam pembahasan Sejarah Kabupaten Indramayu, penguni pertama Indramayu menurut Babad Dermayu adalah Raden Aria Wiralodra. Raden Aria Wiralodra berasal dari Bagelen Jawa Tengah, putra dari Tumenggung Gagak Singalodra.
Suatu saat Raden Wiralodra bertapa dan semedi di perbukitan melayani di kaki gunung sumbing selama tiga tahun. Cakra Undaksana berangkat ke arah barat dengan didampingi Ki Tinggil dan berbekalan senjata untuk mencari sungai Cimanuk.
Pada saat hari sudah mulai senja sampailah mereka disuatu sungai, Wiralodra mengira bahwa itu sungai Cimanuk maka ia memutuskan untuk bermalam disitu dan paginya mereka melihat ada orang tua yang menegur dan menanyakan tujuan mereka.
Kemudian Wiralodra menjelaskan tujuan mereka, namun orang tua tersebut berkata bahwa sungai itu bukan Cimanuk, karena sungai Cimanuk sudah terlewat dan merak harus putar balik ke arah timur laut. Orang tua itu setelah berkata lenyap dan menurut riwayat adalah KinBuyut Sidum, Kidang Penanjung dari Pajajaran. Ki sieun merupakan seorang panakawan tumenggung Sri Baru ga yang hidup antara tahun 1474-1513.
Baca Juga:Waduh! Kabupaten Cianjur Masuk Daftar Daerah Miskin Tertinggi di Jabar, Ini Kata Bupati
Kemudian mereka melanjutkan perjalanan menuju menuju timur laut, selama berhari-hari mereka berjalan akhirnya mereka melihat sungai bersar, Wiralodra berharap itu sungai yang dicari.
Tiba-tiba dia melihat kebun yang indah namun pemilik kebun tersebut sangat congkak dan Wiralodra tak kuasa mengendalikan emosinya ketika akan membanting pemilik kebun itu, kemudian orang itu lenyap hanya ada suara “Hai cucuku Wiralodra ketahuilah bahwa hamba adalah Ki Sidum dan sungai ini adalah sungai Cipunegara, sekarang teruskanlah perjalanan kearah timur, manakala menjumpai seekor Kijang bermata berlian ikutilah dimana Kijang itu lenyap maka itulah sungai Cimanuk yang tuan cari”.
Kemudian mereka melanjutkan perjalanan, ditengah perjalanan mereka bertemu dengan seorang wanita yang bernama Dewi Larawana yang memaksa untuk dipersunting Wiralodra. Namun Wiralodra menolak kemudian wanita itu marah dan menyerang Wiralodra.
Wilarodra mengeluarkan cakra kearah Larawana, gadis itu pun lenyap bersamaan dengan munculnya seekor Kijang. Wilarodra melihat muculnya kijang tersebut lalu mengejar kijang itu ke arah timur, pada saat kijang itu lenyap terlihat sebuah sungai besar.
Wiralodra tertidur karena kelelahan dan bermimpi bertemu Kita Sidum, Ki Sidum berkata bahwa inilah hutan Cimanuk yang akan menjadi tempat bermukim.
Baca Juga:KPK Periksa Anggota DPR RI Dedi Mulyadi
Setelah ia mendapatkan kepastian melalui mimpinya, Wiralodra dan Kita Tinggil membuat gubug dan nembuka ladang, mereka menetap disebelah barat ujung sungai Cimanuk. Makin hari makin banyak penghuni di Pedukuhan Cimanuk.
Salah satunya seorang wanita cantik paripurna bernama Nyi Endang Darma yang mahir ilmu kanuragan dan telah mengundang Pangeran Guru dari Palembang yang datang ke lembah Cimanuk bersama 24 muridnya untuk menantang Nyi Endang Darma, akan tetapi mereka semua tewas dan dikuburkan di suatu tempat yang sekarang dikenal sebagai " Makam Selawe".
Kemudian Raden Wiralodra mengajak adu kesaktian dengan Nyi Endang Darma, namun dalam adu tersebut Nyi Endang Darma kewalahan menghadapi Raden Wiralodra, kemudian dia terjun ke dalam Sungai Cimanuk dan mengaku kalah. Wiralodra mengajak pulang Nyi Endang Darma untuk bersama melanjutkan pembangunan pedukuhan namun Nyi Endang Saran menolak dan ber pesan “Jika kelak tuan hendak memberi nama pedukuhan ini maka namakanlah dengan nama hamba, kiranya permohonan hamba ini tidak berlebihan karena hamba ikut andil dalam usaha membangun daerah ini”.
Kemudian pedukuhan itu dinamakan " Darma Ayu" untuk mengenang jasa Nyi Endang Darma yang telah ikut membangun pedukuhan itu. Namun dikemudian hari nama itu dirubah menjadi "Indramayu".
Tanggal dan tahun berdirinya pedukuhan Darma Ayu memang tidak jelas, namun berdasarkan fakta sejarah tim penelitian menimpulkan bahwa berdirinya pedukuhan itu pada jumat kliwon, 1 surat 1448 atau q Muharam 934 H yang bertepatan pada tanggal 7 Oktober 1527 M.
Senjata tradisional
Kabupaten Indramayu memiliki senjata tradisional yaitu warangan, yang berfungsi untuk senjata yang dipakai bela diri atau untuk keperluan darurat saja. Senjata ini sudab dikenla secara luas, terutama di wangsa cerbon-dermayu.
Daftar Kepala Daerah Indramayu
Sejak ditetapkan hari jadi Indramayu pada 7 Oktober 1527, Indramayu sudah dipimpin oleh puluhan bupati. Berikut daftar Bupati.
- R. Singalodra (Wiralodra I)
- R. Wirapati (Wiralodra II )
- R. Sawedi (Wiralodra III)
- R. Banggala (Wiralodra IV)
- R. Banggali (Wiralodra V)
- R. Samaun (Wiralodra VI)
- R. Krestal (Wiralodra VII)
- R. Warngali
- R. Wiradibrata I
- R. T. Suranenggala
- R. Djalari (Purbadi Negara I) sampai 1900
- R. Rolat (Purbadi Negara II) 1990 - 1917
- R. Sosrowardjoyo 1917 - 1932
- R.A.A. Moch. Soediono 1933 - 1944
- Dr. R. Murdjani 1944 - 1946
- R. Wiraatmaja 1946 – 1947
- M.I. Syafiuddin 1947 – 1948
- R. Wachyu 1949 – 1950
- Tikol Al. Moch. Ichlas - 1951
- TB. Moch. Cholil 1951 - 1952
- R. Djoko Said Prawirowidjojo 1952 – 1956
- R. Hasan Surjasatjahkusumah 1956 – 1958 y
- R. Firman Ranuwidjojo 1958 - (PJ)
- Entol Djunaedi Satiawiharja 1958 – 1960
- H.A. Dasuki 1960 – 1965
- M. Dirlam Sastromihardjo 1965 – 1973
- R. Hadian Suryadiningrat 1974 – 1975
- H.A. Djahari, SH. 1975 – 3o.1985
- H. Adang Suryana 1985 – 1990
- Mustofa 1990 – 2000
- Irianto MS. Syafiuddin 2000 – 2010
- HJ. Ana Sofanah 2010- 30 Oktober 2018
- H. Supendi (2018 - Oktober 2019)
- Taufik Hidayat (2019- 25 Februari 2021)
- RibuH. Nina Agustina, SH, M.H (2021 - 2026)
Pusat Wisata Indramayu
Di Kabupaten Indramayu juga memiliki pusat wisata yang indah. Indramayu mendapatkan julukan Kota Mangga kerana di setiap wilayah merupakan penghasilan Mangga Cengkir. Berikut daftar wisata yang direkomendasikan untuk wisatawan ketika liburan ke Indramayu.
- Pantai Tirtamaya
- Masjid Indramayu
- Taman Cimanuk
- Pulau Biawak
- Pantai Glayem
- Science Center Mutiara Bangsa
- Waduk Cipancuh
- Tugu Perjuangan Indramyu
- Pantai Eretan Wetan
- Taman Rusa Bumi Patra
Kontributor : Annisa Nur Rachmawati