SuaraJabar.id -
Tanggal 12 Desember setiap tahunnya disambut sebagai Hari Belanja Online Nasional atau Harbolnas 12.12.
Diskon pun berserakan, merayu orang untuk ramai membeli aneka produk. Namun, sekelompok anak muda di Kota Bandung justru memilih berkonfrontasi, berupaya menjungkirbalikkan narasi.
Alih-alih terbujuk berbelanja, mereka malah menggeruduk beberapa pusat perbelanjaan di pusat kota, mengampanyekan agar masyarakat mengurangi belanja. Mereka memprotes budaya belanja berlebihan.
Salah satu yang jadi sasaran adalah mal Bandung Indah Plaza (BIP) di Jalan Merdeka. Puluhan anak muda itu berkumpul dan berorasi menegaskan anti terhadap budaya konsumerisme, Minggu (12/12/2021), sore sekira pukul 15.00 WIB.
Baca Juga:Daftar Promo Harbolnas 12.12: Starbucks hingga Kopi Janji Jiwa Diskon Gila-gilaan
Mereka sepakat menilai bahwa diskon besar-besaran yang digelar hari ini akan turut memupuk mental buruk konsumerisme tersebut. Menurut mereka, promo besar-besaran sejatinya hanya bujuk rayu para pemodal yang ujung-ujungnya hanya menguntungkan kalangan sendiri.
"Ini bentuk protes diskon 12/12 yang dibuat oleh para pemodal kapitalis yang ujungnya hanya menguntungkan mereka saja," ungkap seorang orator.
Lebih jauh, mereka mengecam kapitalisme sebagai sistem yang dianggap memayungi gerak perekonomian saat ini.
Di depan BIP, mereka merentangkan spanduk dan menunjukan poster-poster protes. Di antaranya bertuliskan,
'Berhenti belanja berlebihan sekarang juga!', 'Pikirkan dampaknya jangan cuma belanjanya', atau celotehan lain yang berbunyi 'Ngejar diskon sampai lupa sesama'.
Baca Juga:6 Tips Jitu Mendapatkan Flash Sale Harbolnas 12.12
Aksi juga diniatkan sebagai peringatan bahwa di balik layar diskon yang menggiurkan masih banyak peluh para buruh yang dibayar murah.
Belum lagi, ancaman kerusakan ekologis secara masif sebagai konsekuensi dari eksploitasi alam guna menunjang produksi industri-industri raksasa, yang produknya lantas memeriahkan etalase-etalase promo.
Harbolnas dianggap sebagai tren yang didiktekan oleh pemerintah dan pengusaha yang akhirnya membuat masyarakat kerap menjadi lupa diri, berbelanja secara buas.
"Rayuan iklan merasuk dalam jangkauan visual setiap individu dengan berbagai narasi untuk meletakkan kita sebagai seorang konsumen yang akan terus buas, sekaligus tereksploitasi," disampaikan Pram, salah seorang peserta aksi.
"Atas nama diskon, cashback, dan seabrek kata-kata rayuan lainnya, kita tersedot ke dalam pusaran tren pasar yang sangat ganas dan memaksa," ungkpanya lagi.
Dikatakan, jika seruan hari belanja online maupun secara offline itu sangat brutal dan massif, maka mereka pun merasa perlu untuk memulai kampanye mengajak setiap individu hidup dengan penuh kesadaran.
- 1
- 2