Dalam kasus varian Omicron, protein spike yang ada dapat menciptakan 32 mutasi. Sehingga membuat lebih sulit bagi sistem kekebalan tubuh untuk mengenali dan mencegah virus tersebut.
Kepala Ahli Virus di Texas A&M University’s Global Health Research Complex, Benjamin Neuman mengatakan, "protein spike omicron masih 97% identik dengan vaksin, tapi perubahannya terjadi sedemikian rupa sehingga membuat sistem kekebalan lebih sulit untuk melawannya."
3. Omicron membuat kemanjuran vaksin menjadi menurun
Sebuah laporan dari perusahaan asuransi kesehatan terbesar di Afrika Selatan menyatakan bahwa varian Omicron membuat kemanjuran vaksin menjadi turun. Dalam laporan itu disebutkan bahwa, dua dosis vaksin Pfizer efikasinya turun menjadi 93% jika terjangkit varian delta dan menjadi 70 persen jika pasien terkena omicron.
Baca Juga:Omicron Sudah Masuk Indonesia, Kurangi Acara Kumpul-kumpul
Laporan itu dibuat setelah mengamati 78.000 pasien penderita omicron. Hal ini bisa lebih buruk jika tingkat antibodi pasien sangat rendah.
4. Gejala Omicron lebih ringan daripada varian delta
Meskipun kasus omicron berkembang pesat, laporan tentang tingkat rawat inap menunjukkan infeksi omicron lebih ringan daripada infeksi delta. Setelah disesuaikan dengan status vaksinasi, data menunjukkan rawat inap COVID di Afrika Selatan 29% lebih rendah dibandingkan pada pertengahan 2020.
Orang dengan infeksi omicron ringan juga cenderung pulih lebih cepat, seringkali pulih dalam tiga hari. Meskipun begitu kita di Indonesia tentu tidak boleh mengabaikan protokol.
5. Infeksi ulang dan infeksi terobosan pada Omicron lebih umum terjadi
Baca Juga:Bicara soal Karantina dan Lolosnya Omicron, Prof Zubairi: Percuma Kalau Ada Cawe-Cawe
Berkaca dari varian Omicron yang meledak di Afrika Selatan, kasus yang terdata menunjukkan lebih banyak infeksi ulang dan infeksi terobosan. Dugaan awal menyebutkan bahwa omicron dua kali lebih menular daripada delta.