"Pertama kali Mama disuruh ngaji sama Eyang Prabu Marzuki. Beliau akhirnya belajar di Mama Cibaduyut, setelah mendapat perintah dari Mama Eyang Ibrahim Cipatik," tutur Dede.
Mama Eyang Rende pun belajar dan membaca semua kitab-kitab yang ada di pesantren. Istimewanya, beliau mampu mengahafal semua kitabnya meskipun tidak pernah membeli kitab lantaran tidak memiliki uang.
"Semua mazhab (mazhab Syafii, Maliki, Hambali, dan Hanafi) beliau pelajari dan semua mazhab beliau amalkan semuanya. Beliau fasih dalam berbahasa Arab dan menghafal semua kitabnya," terang Dede.
Setelah belajar di pesantren Mama Cibaduyut, Eyang Mama Rende kemudian bermukim di Cibabat, Cikalongwetan untuk menyebarkan syiar Islam dan mengamalkan ilmu yang telah dimilikinya, di pesantren Mama Ajengan Sepuh Cibabat dengan bergelar Ajengan Anom Cibabat.
Baca Juga:Ciduk 15 Bocah yang Terlibat Tawuran di Bandung Barat, Polisi: Berawal dari Medsos
Sosoknya dikenal begitu sederhana, karena semasa hidupnya Eyang Mama Rende sudah terbiasa hidup keras. Beliau kerap memakai pakaian compang-camping hingga dianggap orang tak berilmu.
Padahal Kiai bergelar wali ini sangatlah cerdas karena memiliki keistimewaan (karomah) yang dianugerahkan Allah kepadanya.
"Di Cibabat banyak para ulama dan Kiyai yang mengaji kepada beliau dari mana-mana, hingga muridnya tersebar di Jawa Barat dan seluruh Indonesia," terang Dede.
Mama Eyang Rende sendiri menikahi seorang perempuan bernama Umi Siti Syadiah dan dikarunia enam orang anak. Lima orang anak perempuan dan seorang anak laki-laki.
Mama Eyang Rendemeninggal pada tahun 1939 di usia sekitar 97 tahun. Jejak syiar Islam Eyang Mama Rende tersimpan di Cikalongwetan, Bandung Barat.
Baca Juga:Rangga dan Ibunya Luka Parah Dibacok Sekelompok Orang, Polisi Buru Pelaku
Kompleks pemakaman beliau berdekatan dengan rumah beliau yang ditempatinya semasa hidupnya di Kampung Rende. Selain makam dan rumah beliau, satu-satunya peninggalan yang sangat unik adalah bedug yang berusia sekitar 80-90 tahun.