SuaraJabar.id - Tagar #tangkapyaqut jadi trending topic ti Twitter pada Kamis (24/2/2022). Diduga, tagar tersebut merupakan buntut dari ucapan Menteri Agama atau Menag Yaqut Cholil Qoumas yang diduga membandingkan suara dari pengeras suara masjid seperti adzan dengan gonggongan anjing.
Di luar jejaring media sosial, pernyataan Menag Yaqut yang kontroversial tersebut juga mendapat sorotan dari berbagai kalangan.
Panglima Santri Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum misalnya, ia mmengatakan tak elok mengandaikan adzan mengganggu seperti gonggongan anjing.
Pak Uu sapaan karibnya menegaskan bahwa gangguan dari gonggongan anjing sangat berbeda dengan suara adzan dari pengeras suara masjid (toa speaker).
Bahkan menurutnya, suara adzan terbukti banyak menuntun orang untuk masuk Islam dan menjadi mualaf.
“Tidak elok mentasbihkan adzan dengan gonggongan anjing, karena mengganggunya gonggongan anjing dan suara adzan akan berbeda di telinga,” ujar Pak Uu yang juga menjabat sebagai Wakil Gubernur Jawa Barat di Gedung Sate Kota Bandung, Kamis (24/2/2022).
“Bahkan banyak orang masuk Islam karena suara adzan. Oleh karena itu, Menteri Agama mohon bijaksana dalam membuat statement,” sambungnya.
Pak Uu juga mengutarakan pendapatnya terkait diterbitkannya Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. Ia meminta pihak Kementerian Agama (Kemenag) agar lebih bijak dalam membuat aturan.
Pak Uu mengungkapkan, Surat Edaran ini menuai pro dan kontra dari berbagai pihak, sehingga memicu kegaduhan. Terutama, katanya, _timing_ penerbitan Surat Edaran ini dinilai kurang tepat karena menjelang bulan suci Ramadhan.
Baca Juga:Tanggapan Kemenag Soal Suara Azan Dan Gonggongan Anjing Menag Yaqut
“Kalau boleh, Kemenag jangan bikin gaduh, karena umat Islam sekarang sedang siap-siap menghadapi bulan Ramadhan,” kata Pak Uu.
“Memang masalah surat edaran pemakaian speaker ada yang setuju, ada yang tidak. Tetapi justru pro kontranya itu yang bikin gaduh dan ramai,” tuturnya.
Pak Uu mengatakan, pihak Kemenag seyogyanya melibatkan tokoh-tokoh agama dari berbagai daerah di seluruh Indonesia untuk berdiskusi sebelum membuat aturan. Dengan demikian, aturan akan lebih mudah diterapkan dan ditaati, meski surat edaran tidak memiliki kekuatan hukum.
“Paling tidak ada komunikasi dulu dengan tokoh agama atau pemuka masyarakat lainnya. Jangan tiba-tiba (keluarkan) edaran, masyarakat banyak yang bertanya pada saya,” ujar Pak Uu.
“Sekalipun secara hierarki surat edaran tidak memiliki kekuatan hukum, tetapi masyarakat banyak yang resah dengan hal semacam ini,” sebutnya.
Lebih lanjut Pak Uu menyarankan agar pihak Kemenag lebih menitikberatkan penyusunan aturan terkait pemanfaatan masjid dan musala jelang Ramadhan, namun disesuaikan dengan kondisi perkembangan pandemi Covid-19. Menurutnya, langkah tersebut lebih bijak untuk dilakukan di negara dengan penduduk mayoritas muslim ini.
- 1
- 2