SuaraJabar.id - Hanya dalam hitungan hari, jumlah hewan ternak di Kabupaten Bandung, Jawa Barat yang terkena penyakit mulut dan kuku atau PMK meningkat tajam.
Kondisi ini membuat pemerintah setempat membahas kemungkinan penetapan Kejadian Luar Biasa (KLB) untuk bisa melakukan penanganan massif.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung Tisna Umaran mengatakan, pada pekan lalu pihaknya hanya mencatat 14 ekor sapi di Kabupaten Bandung yang terkena PMK. Namun jumlah tersebut meningkat tajam hanya dalam hitungan hari.
"Kami mencatat sekarang ada sekitar 127 ekor sapi di Kabupaten Bandung yang terkena PMK," tutur Tisna, Senin (23/5/2022).
Baca Juga:Walau Kasus Covid-19 Sudah Turun, WHO Mengingatkan Pandemi Belum Berakhir
Sama seperti covid-19, kata Tisna, tingkat penularan PMK terhadap ternak khususnya sapi sangat cepat dan massif, sehingga penanganan yang dilakukan juga tidak jauh berbeda.
"Penanganannya hampir sama. Kami sarankan untuk dilakukan penyemprotan disinfektan, isolasi mandiri terhadap ternak yang terkena, juga larangan bepergian," katanya.
Bahkan, petugas yang melakukan pemeriksaan pun menggunakan APD lengkap laiknya pemeriksaan covid-19 yang juga selalu diganti. Hal ini untuk mencegah terjadinya penyebaran virus penyebab PMK kepada ternak lain.
Proses pemeriksaan juga menggunakan pola. Kandang yang diduga telah ada ternak yang terkena PMK, diperiksa paling akhir untuk mengurangi risiko menyebar ke kandang lain.
Pihaknya juga kata Tisna telah melakukan rapat koordinasi dengan BPBD, Badan Keuangan Daerah, juga Bagian Hukum yang membahas kemungkinan penetapan Kejadian Luar Biasa (KLB).
Baca Juga:Soal Keamanan Hewan Kurban, Pemprov Kalsel Hanya Izinkan Hewan dari Daerah Bebas PMK
Penetapan KLB akan menjadi dasar dalam menggunakan Biaya Tidak Terduga (BTT) dari APBD Kabupaetn Bandung. Hal ini diperlukan supaya penanganan bisa dilakukan secara intensif, baik pemeriksaan maupun pemeliharaan kandang seperti penyemprotan disinfektan.
Selama ini pun kata Tisna, pihaknya telah melakukan penyemprotan kandang menggunakan disinfektan dari sisa penangnan covid-19.
"Tapi untuk menyerap BTT harus ada dasarnya, salah satunya penetapan KLB. Itu pun karena ini masalah nasional, harus ada penetapan dari tingkat nasional juga," terangnya.
Apabila dari tingkat nasional telah menetapkan KLB, maka harus juga ditindaklanjuti oleh pemerintah provinsi yang mana KLB ditetapkan berasarkan kasus yang ada di Kota/Kabupaten.
"Apabila melihat cepatnya sebaran, seharusnya sudah masuk dalam kategori KLB," tutupnya.