SuaraJabar.id - Sejumlah pengusaha kuliner di Kabupaten Bandung, Jawa Barat mengaku keberatan dengan kenaikan harga LPG nonsubsidi yang terjadi beberapa waktu.
Pasalnya, gas LPG merupakan salah satu komponen biaya produksi. Jika harganya naik, otomatis biaya produksi pun ikut melonjak.
Nono Sambas, salah seorang pengusaha kuliner di Kabupaten Bandung mengatakan, dengan kenaikan harga elpiji menjadikan dirinya harus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli gas.
"Berat, modal yang dikeluarkan lebih besar," ujar Nono ketika dihubungi, Selasa (26/7/2022).
Terlebih kenaikan harga gas elpiji nonsubsidi tersebut terjadi di tengah harga bahan pokok pangan yang juga mengalami kenaikan.
Baca Juga:Muradi Pimpin Tim Percepatan Pembangunan Kota Bandung
Harga bahan pokok pangan, merupakan kebutuhan krusial bagi pelaku usaha kuliner. Sehingga dengan kenaikan harga sejumlah komoditas pangan seperti cabe, membuat pelaku usaha panganan makin terbebani.
"Apalagi sekarang harga kebutuhan pokok pangan juga banyak yang tinggi. Makin berat," katanya.
Dengan kenaikan harga bahan pokok pangan dan gas elpiji non subsidi, maka keuntungan dirinya menjadi semakin menipis.
"Selisihnya memang masih ada, antara 25-30 persen," ungkapanya.
Keuntungan yang hanya di angka 25-30 persen tersebut hanya cukup untuk membayar pegawai restoran yang dikelolanya.
Walau demikian, Nono mengaku jika dirinya tidak berani untuk menaikan harga panganan yang dijualnya. Pasalnya di tengah kondisi ekonomi yang sulit seperti sekarang, akan berisiko jika harga dinaikan.
"Kalau menaikan harga kemungkinan pelanggan akan lari," tutupnya.