SuaraJabar.id - Seorang warga Bandung menjadi korban kekerasan berupa pengeroyokan dan penusukan yang dilakukan oleh empat orang debt collector.
Pria bernama Dedi Supriadi (50) dikeroyok oleh empat orang debt collector yang ingin menarik paksa mobil milik Dedi.
Kapolsek Bojongloa Kaler, Kompol Aam Hadian mengatakan bahwa pengeroyokan dan penusukan oleh debt collector terjadi pada Sabtu (24/9/2022).
Tiga hari berselang, Polisi berhasil mengamankan satu pelaku pengeroyokan sekaligus penusuk Dedi Supriadi oleh debt colector yang berinisial J di wilayah Kota Depok.
Baca Juga:Hendak Berangkat Kerja, Motor Warga Tangerang Dirampas Sekelompok Pria Ngaku Debt Collector
"Kejadiannya siang sekitar pukul 12.30 pada sebuah Kantor di Jalan Peta Kota Bandung, telah terjadi pengeroyokan dan penusukan yang dilakukan oleh debt collector. J sempat kabur dan berhasil diamankan Polisi di Depok," kata Aam di Mapolsek Bojongloa Kaler, Jalan Tugu Kencana, Kota Bandung, Kamis (6/10/2022).
Aam mengungkapakan, pengeroyokan dan penusukan bermula saat keempat debt collector berusaha menarik kendaraan roda empat milik Dedi Supriadi. Kedua belah pihak sempat cekcok sebelum akhirnya terjadi pengeroyokan dan penusukan.
"Motifnya pelaku ingin menarik mobil korban, dan mereka sempat adu mulut, adu argumen dulu," ungkapnya.
Akibatnya kejadian tersebut, korban mengalami lebam dibagian muka dan luka tusukan di bagian punggung. Korban langsung dibawa ke rumah sakit untuk menjalani perawatan.
"Kalau luka itu memar di bagian wajah, luka tusuk di punggung bagian kiri, Kondisi korban setelah dirawat di rumah sakit selama 5 hari dan berangsur pulih tapi tetap kami pantau juga," tambahnya.
Baca Juga:Driver Ojol Dihajar Oknum Debt Collector, Pasukan Hijau Geruduk Polres Cimahi
Polisi masih memburu tiga debt collector inisial D, R, dan RL yang terlibat dala pengeroyokan dan penusukan terhadap Dedi Supriadi.
"Kita masih buru, tiga orang debt collector yang ikut terlibat pengeroyokan dan penusukan, mereka dijerat pasal 170 KUH Pidana dengan ancaman 9 tahun penjara," tandasnya.
Dikutip dari situs Kementerian Keuangan, Prosedur penarikan kendaraan bermotor yang kreditnya bermasalah telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
UU tersebut menerangkan bahwa fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Selanjutnya dalam Pasal 15 disebutkan bahwa dalam Sertifikat Jaminan Fidusia dicantumkan kata-kata DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA, Sertifikat Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan apabila debitor cidera janji, Penerima Fidusia mempunyai hak untuk menjual Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaannya sendiri.
Berdasarkan ketentuan dalam UU Nomor 42 Tahun 1999 khususnya Pasal 15, terdapat perbedaan penafsiran terkait dengan proses eksekusi atau penarikan jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor apabila kreditnya bermasalah.
Sebagian menafsirkan bahwa proses penarikan kendaraan bermotor harus lewat pengadilan, namun sebagian menganggap bahwa berdasarkan wewenang yang diberikan oleh UU maka dapat melakukan penarikan sendiri atau sepihak, dan hal inilah yang kemudian terjadi di masyarakat penarikan paksa kendaraan bermotor oleh debt collector.
Pada tahun 2019 keluar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019, dengan harapan terjadi keseragaman pemahaman terkait eksekusi jaminan fidusia pada umumnya dan khususnya penarikan kendaraan bermotor yang kreditnya bermasalah.