SuaraJabar.id - Tragedi Kanjuruhan masih sangat berbekas pada seorang penyintas bernama Cahayu Nur Dewata (15). Sempat koma dan mengalami pendarahan otak, Cahayu ini mengalami gangguan ingatan.
Ditemui di kediamannya di Jalan Pulau Galang, Sukun, Kota Malang, Jumat (4/11/2022), Cahayu masih terlihat lemas. Tatapannya pun terlihat kosong.
Selain pendarahan otah, ia juga mengalami pendarah mata luar yang menyebabkan matanya memerah pekat.
Meski kondisi matanya mulai pulih dan membaik, namun untuk ingatannya sendiri hingga kini sebulan pasca Tragedi Kanjuruhan sejak 1 Oktober 2022 masih terganggu.
Baca Juga:Cobaan Bertubi-tubi Timnas Indonesia, Mulai dari Kanjuruhan Hingga Tak Bisa Berkandang di SUGBK
Apalagi, trauma yang dirasakannya juga tak kunjung sembuh hingga saat ini.
Ayah dari Cahayu, Dian Sebastianto mengatakan bahwa ingatan anaknya hingga kini masih putus nyambung. Terkadang ia lupa, terkadang ia juga ingat.
"Masih putus nyambung (ingatan Cahayu). Terkadang sekarang ingat, terus tiba-tiba lupa," ujar Dian kepada awak media, Jumat (4/11/2022).
Rasa pusing Cahayu juga terkadang masih muncul, meski tak separah awal dulu. Kini, Cahayu bisa berjalan sendiri walaupun terkadang terlihat lemas, sehingga butuh pendampingan.
"Kadang aja pusing. Tapi sekarang ke kamar mandi sudah bisa sendiri. Kalau awal itu, kita gak berani, harus kita temani ke kamar mandi saja," ujarnya.
Baca Juga:4 Masalah Timnas Indonesia Jelang Piala AFF 2022: Liga Mandek hingga Tak Boleh Berkandang di SUGBK
Sejauh ini, Cahayu mendapatkan perawatan intensif dari fisioterapis dan akupuntur. Hal ini dilakukan, karena tangan kanannya juga masih lemas dan susah digerakkan.
"Gak ada perawatan intens soal ingatannya. Ya kita bantu saja sedikit-sedikit. Sekarang lebih intens fisioterapi sama akupuntur," katanya.
Terlebih, soal trauma yang dialami Cahayu, orang tuanya pun merasa ketakutan. Awalnya, Cahayu dibawa ke fisioterapis kenalan keluarganya, namun hanya sekali saja.
Sebab, Cahayu masih merasa kesulitan bertemu dengan orang luar yang tak ia kenal. Sehingga, ada salah satu fisioterapis dari tim Aremania yang menawarkan diri melakukan dampingan fisioterapis hingga psikologis untuk dilakukan di rumah.
"Dia milih di rumah saja, akhirnya ada dari tim Aremania itu, sudah dua kali ke rumah. Dia gak bisa ketemu orang, tegang gitu. Jadi psikisnya masih butuh pendampingan," ujarnya.
Apalagi, lanjut Dian, emosional Cahayu terkadang naik turun hingga tak bisa dikontrol.
Akhirnya, tidur pun Cahayu harus ditemani oleh sang ibu untuk menenangkannya. Sempat dibiarkan tidur sendiri selama dua hari, namun Cahayu tiba-tiba berteriak dan ingat almarhum temannya berinisial N yang entah masuk dalam mimpinya dan membuat dia ketakutan hingga berteriak.
"Dua hari kemarin sampai tadi malam gak bisa tidur gak ditunggui ibunya. Terganggu entah mimpi atau gimana, teringat sahabatnya itu setiap hari. Sampai teriak-teriak minta tolong di kamar," tuturnya.
Bukan soal bantuan pengobatan, namun Dian memikirkan kondisi anaknya yang memang merasa tidak nyaman dilingkungan yang tidak ia kenal.
Akhirnya, kini proses pengobatan pun hanya dilakukan dirumah yang dilakukan oleh tim Aremania. Hal itu yang membuat Cahayu bisa tenang dan berharap kondisi Cahayu bisa segera pulih kembali.
"Kalau tegang gitu capek dia. Gak nyaman, gak enjoy di lingkungan ramai. Sudah kemarin seminggu dua kali fisioterapis dan psikologis. Akupuntur sudah tiga kali. Pikiran saya prioritasnya sekarang soal trauma healing dia saja," ujarnya.