Saat Ini Saja Angka Pengangguran Sudah Tinggi, Akankah Resesi Global Pukul Industri di Cimahi?

Mayoritas industri di Kota Cimahi termasuk padat karya yakni garmen dan tekstil yang saat ini sudah terdampak krisis negara-negara di Eropa.

Ari Syahril Ramadhan
Kamis, 10 November 2022 | 11:03 WIB
Saat Ini Saja Angka Pengangguran Sudah Tinggi, Akankah Resesi Global Pukul Industri di Cimahi?
DOK - Aktivitas produksi di PT Sansan Saudaratex Kota Cimahi. [Suara.com/Ferrye Bangkit Rizki]

SuaraJabar.id - Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat mencatat Kota Cimahi berada di posisi kedua angka pengangguran tertinggi di Jawa Barat berdasarkan rilis kekinian. Semenetara Kabupaten Bandung Barat (KBB) berada di posisi ke-7.

Berdasarkan data BPS, hingga Agustus 2022 ada 2,13 juta penduduk Jawa Barat yang menganggur. Sebanyak 10,77 persennya merupakan masyarakat Kota Cimahi dan Bandung Barat 9,63 persen . Sementara angka pengangguran tertinggi dipegang Kota Bogor yang 10,78 persen.

Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Cimahi Yanuar Taufik mengatakan jika mengacu pada persentase tersebut maka jumlah pengangguran di Cimahi pada tahun 2022 menurun ketimbang tahun sebelumnya. Meskipun masih berada di posisi tertinggi kedua Jabar.

"Tahun lalu 38 ribu orang (pengangguran), kalau melihat angka itu sebetulnya kan menurun di bandung 2021, mungkin sekarang 30 ribuan lebih jumlahnya," ungkap Yanuar saat dihubungi pada Rabu (9/11/2022).

Baca Juga:Selepas IPO, Bos Blibli Bongkar Jurus Hadapi Resesi Global

Dirinya menjelaskan, jumlah penganggur tersebut merupakan angka angkatan kerja yang belum mendapatkan pekerjaan. Di Kota Cimahi ada sekitar 270 ribu tenaga kerja yang dibagi menjadi dua klasifikasi, yakni angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.

Angkatan kerja merujuk pada seseorang yang ada pada usia produktif untuk bekerja di luar pelajar, mahasiswa, ibu rumah tangga, pensiunan, hingga lansia. Sementara yang bukan angkatan kerja merupakan mereka yang dikecualikan dari klasifikasi angkatan kerja.

"Jadi ya hitungannya tahun 2021 itu 39 ribu per 270 ribu kan sekitar 13 persenan, nah tahun ini turun jadi 10,77 persen, atau sekitar 30 ribuan per 270 ribu," terang Yanuar.

Di saat angka pengangguran di Kota Cimahi masih tinggi, pihaknya resah menghadapi ancaman resesi global tahun 2023. Yanuar khawatir dampaknya akan terjadi terhadap industri di Kota Cimahi.

Apalagi mayoritas industri di Kota Cimahi termasuk padat karya yakni garmen dan tekstil yang saat ini sudah terdampak krisis negara-negara di Eropa.

Baca Juga:Pekerja di Sumsel Minta UMP Naik 13 Persen Pada 2023, Alasannya Karena Ini

"Ini kan menjelang resesi, sedikit banyak pasti berdampak tapi kita berdoa mudah-mudahan tidak terlalu. Kita tahu di Cimahi ini kan dominasi industrinya itu tekstil dan garmen," kata Yanuar.

Tuntutan Kenaikan Gaji di Tengah Ancaman Resesi Global

Sementara itu, anggota Komite Pemulihan Ekonomi Daerah (KPED) Jawa Barat Divisi Ketenagkerjaan, Asep Hendra Maulana menyebutkan upah Jawa Barat tahun 2022 harus naik hingga 30 persen.

Menurut Asep, besaran kenaikan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) tahun depan itu menjadi harapan semua buruh di Jawa Barat. Apalagi selama pandemi COVID-19 upah di Jabar naiknya hanya sedikit. Bahkan ada yang tidak naik seperti Kabupaten Bandung Barat.

"Buruh di KBB dan juga Jawa Barat berharap banyak UMK tahun depan naik, makanya ini jadi aspirasi yang harus didengar oleh pemerintah daerah. Jadi idealnya kenaikan UMK antara 20-30 persen, kalau kenaikan 13 persen itu adalah angka minimal," ungkap Asep saat dihubungi pada Rabu (9/11/2022).

Dirinya menjelaskan, ada sejumlah faktor yang membuat upah di Jabar naik 20-30 persen. Yakni
inflasi makanan dan minuman yang dianggap mencapai 15 persen, inflasi transportasi mencapai 50 persen imbas dari kenaikan BBM di tahun ini, lalu inflasi tempat tinggal yang mencapai 10 persen.

Selain itu, lanjut dia, inflasi upah minimum pascakenaikan upah minimum pemerintah mencapai 6,5-7 persen. Sehingga dengan kenaikan pertumbuhan ekonomi 3-5 persen. Jika acuannya memakai yang dua komponen maka kenaikan upahnya harus 25 persen, tapi kalau pakai tiga komponen tadi naiknya 25-30 persen.

Asep meminta Pemda di Jawa Barat lebih memperhatikan kenaikan UMK tahun 2023 buruh berdasarkan kenaikan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Sebab jika UMK tidak naik lagi maka kondisi ekonomi buruh akan semakin sulit, apalagi imbas kenaikan BBM angka kebutuhan hidup layak (KHL) juga mengalami kenaikan.

"Saya harap kenaikan upah minimum di KBB mencapai 20-30 persen, itu kenaikan yang realistis dengan kondisi sekarang. PP 36 tahun 2021 juga harusnya segera direalisasikan sebagai turunan dari UU Ciptakerja," ujar Asep

Kontributor : Ferrye Bangkit Rizki

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini