SuaraJabar.id - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) merespons kabar adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 1.157 pekerja di Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Sekretaris Apindo Kota Cimahi Christina Sri Manunggal mengatakan, pihaknya belum menerima informasi secara gamblang terkait PHK tersebut dari perusahaan di Kota Cimahi.
Namun dia membeberkan secara keseluruhan industri padat karya di Kota Cimahi saat ini tengah menghadapi masalah.
Banyak buyer yang terpaksa harus menunda dulu pesanan. Kondisi tersebut menurunya karena resesi yang terjadi di negara-negara Eropa.
Baca Juga:Tepis Isu PHK di Jasindo, Arya Sinulingga: Mereka Tuh Nawarin Pensiun Dini
"Iya jadi sekarang itu order itu banyak yang hold. Yang tadinya mereka pada ngasih order sampai tahun depan tapi ditunda sementara dulu," kata Christina saat dihubungi Suara.com pada Kamis (17/11/2022).
Meski begitu, kata Christina, perusahaan di Kota Cimahi berupaya untuk tetap berupaya untuk tetap mempertahankan para pekerjanya. Untuk itu, pihaknya berharap pemerintah turun tangan langsung menghadapi situasi saat ini.
"Kita berusaha mempertahankan pekerja. Mudah-mudahan pemerintah bisa memberi kelonggaran, fleksibilitas jam kerja, kemudahan perizinan. Jadi biat industri ini tetap jalan. Kasian kalau enggak jalan, kan ada karyawan juga," katanya.
Terpisah,Juru Bicara Apindo Bandung Barat, Yohan Ibrahim mengaku belum menerima laporan adanya pengusaha yang melakukan PHK besar-besaran. Ia menduga data yang dikeluarkan Disnakertrans Bandung Barat berasal dari perusahaan di luar anggota Apindo.
"Saya belum menerima laporan resmi dari anggota terkait adanya PHK. Mungkin data itu dari pengusaha di luar Apindo," kata dia.
Baca Juga:Jumlah Pekerja Industri Tekstil yang Kena PHK Lebih dari 79.316 Orang dari 111 Perusahaan
Namun pihaknya mengusulkan pemerintah berperan aktif mewujudkan restrukturisasi kredit bagi pengusaha untuk mencegah gelombang PHK terhadap pekerja.
Restrukturisasi kredit dan penjadwalan ulang dapat memberi nafas panjang terhadap pelaku industri di tengah lesunya penyerapan pasar. Sehingga langkah efesiensi tak akan menyentuh sektor pekerja.
"Kita usulkan ada pelonggaran berupa restrukturisasi pembayaran atau penjadwalan ulang. Supaya efisiensi perusahaan tidak berdampak ke pekerja. Jadi pemerintah harus berperan aktif di sini," kata dia.
Yohan menyebut tren penyerapan pasar terhadap beberapa hasil produk industri seperti garmen dan tekstil memang cenderung menurun, baik di pasar ekspor maupun domestik. Kecenderungan penurunan ini membuat perusahaan mesti memangkas neraca pengeluaran agar bisa tetap bertahan.
"Kalau suku bunga meningkat seperti saat ink dan kewajiban tetap dipenuhi, otomatis secara alamiah, di tengah penyerapan pasar kurang, mau gak mau akan merumahkan pekerja," terangnya.
Kontributor : Ferrye Bangkit Rizki