SuaraJabar.id - Upah Minimum Provinsi atau UMP Jawa Barat 2023 ditetapkan sebesar Rp 1.986.670,17 atau hanya naik 7,88 persen, jauh dari permintaan beberapa serikat buruh yang menginginkan UMP naik di atas 10 persen.
Merespon hal itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat Rahmat Taufik Garsadi mengatakan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menetapkan UMP 2023 itu dengan pertimbangan menyelamatkan pengusaha dan buruh.
Sebelum menetapkan UMP yang tercantum dalam Surat Keputusan Nomor 561/kep/752/Kesra tentang Upah Minimum Provinsi Jawa Barat Tahun 2023 kata dia, Ridwan Kamil mencermati situasi yang ada.
“Gubernur melihat Jawa Barat ini rentan soal upah luar biasa. Di sisi lain saat ini banyak perusahaan padat karya yang berorientasi ekspor sedang menghadapi tekanan ekonomi global," kata Rahmat Taufik.
Dia mengatakan banyak sekali pabrik terutama di Bogor, Purwakarta, Sukabumi mengurangi pekerja, bukan PHK, kebanyakan buruh kontrak tidak diperpanjang.
"Data kami, Januari sampai Oktober 2022 ada sekitar 130.000 pekerja kontrak tidak diperpanjang," katanya.
Namun di sisi lain, banyak perusahaan juga mampu bertahan, bahkan melakukan ekspansi ke luar negeri.
Oleh karena itu, jika memakai aturan PP No 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, maka sejumlah kabupaten yang upahnya sudah tinggi seperti Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor, Kabupaten Purwakarta, hingga Kabupaten Karawang tidak akan bisa naik lagi.
“Kemudian yang lain paling tinggi tiga persen, ini akan menjadi beban bagi para pekerja karena inflasi 2022 sudah di atas lima persen, maka kemungkinan akan menurunkan daya beli masyarakat. Dampaknya pasti pada pertumbuhan ekonomi, apalagi 2023 belum ada pencerahan terkait situasi ekonomi,” ujar Taufik.
Angka 7,88 persen dianggap jalan tengah dan saat menerima audiensi 40 perwakilan serikat pekerja sebelum penetapan UMP, Gubernur didorong menaikan upah hingga 12 persen.
Serikat pekerja mendasarkan pada perhitungan inflasi 6,12 dan pertumbuhan ekonomi lima persen.
Menurut Taufik, pihaknya melihat saat pertemuan, Gubernur Ridwan Kamil enggan terjebak melahirkan sebuah keputusan yang bernuansa politis atau pencitraan.
“Kalau naik tanpa dasar, percuma saja. Jadi hanya konsumsi politis, sekadar lip service . Oleh karena itu Gubernur memakai Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 karena sudah mencermati hitungannya,” tuturnya.
Meski UMP yang memakai Permenaker rawan digugat, namun dengan langkah ini menjaga buruh tetap mendapatkan kenaikan upah.
Taufik menggambarkan, meski jalannya persidangan akan panjang, namun keputusan terkait Upah Minimum Kabupaten/ Kota (UMK) 2023 tetap harus dipatuhi perusahaan sebelum ada putusan final atau inkrah dari pengadilan.
Dengan angka 7,88 persen, Gubernur memberikan kesempatan pada perusahaan-perusahaan yang di bawah tekanan untuk tetap bisa bertahan, sementara angka ini dinilai bisa membuat daya beli buruh bertahan.
Ridwan Kamil juga memastikan akan memberikan dukungan lebih adil bagi buruh lewat penyusunan keputusan gubernur terkait struktur skala upah.
“Jadi keputusan UMP Jabar 2023 dan landasan yang dipakai adalah keberpihakan Gubernur pada buruh, sekaligus menjaga dunia usaha di Jawa Barat,” katanya. [Antara]
Baca Juga:Berikut Wilayah di Jawa Barat yang Berpotensi Hujan Lebat Disertai Kilat dan Angin Kencang