Walhi Jabar Sebut Co-firing di PLTU Indramayu dan Palabuhanratu Malah Bikin Warga Pusing dan Sesak Napas

"Warga mengatakan asap pekat itu makin tidak enak dihirup dan cepat sesaknya. Apalagi ketika mereka melakukan aktivitas di sawah, di kebun," kata Manajer Advokasi Walhi Jabar.

Ari Syahril Ramadhan
Rabu, 15 Maret 2023 | 16:25 WIB
Walhi Jabar Sebut Co-firing di PLTU Indramayu dan Palabuhanratu Malah Bikin Warga Pusing dan Sesak Napas
DOK - Warga di sekitar PLTU Unit 1 Indramayu. [HO-Bukbisj Candra Ismet Bey]

Sejak tahun 2020 lalu, PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) sebagai pengembang pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) melakukan ujicoba skema co-firing di tiga PLTU Batubara yang dikelola oleh PT PJB, yaitu PLTU Paiton, PLTU Indramayu, dan PLTU Ketapang.

Skema ini dilakukan sebagai upaya PLN dalam mendukung pemerintah dalam percepatan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) menuju target 23 persen pada tahun 2025 mendatang.

Co-firing memang digadang-gadang sebagai salah satu upaya transisi dari penggunaan energi fosil ke EBT. Meski tidak sepenuhnya mengganti penggunaan batubara, tapi co-firing disebut-sebut sebagai terobosan baru dalam rangka menuju green power plant.

Teknologi ini merupakan upaya untuk mengurangi penggunaan batubara, dengan menambahkan biomassa. Bahan bakar yang dianggap lebih ramah lingkungan, seperti pellet kayu, cangkang sawit, sekam, serbuk gergaji, dan potongan kayu.

Baca Juga:Walhi Sumsel: Banjir Bandang Lahat Terparah Selama Lima Tahun Terakhir, Warga Tidak Diingatkan Lebih Dini

Selain itu, penggunaan biomassa juga disebut-sebut menghasilkan lebih sedikit emisi karbon dioksida, dibandingkan energi fosil.

Sebanyak 28 PLTU telah menerapkan teknologi co-firing, termasuk PLTU Suralaya dan PLTU Paiton, yang merupakan tulang punggung kelistrikan Jawa dan Bali.

Namun, sampai saat ini para aktivis lingkungan menilai, skema ini bukan langkah transisi menuju energi terbarukan yang paling tepat. Apalagi, diketahui bahwa co-firing masih tetap menghasilkan emisi karbon yang berkontribusi pada efek gas rumah kaca.

Meiki Paendong, direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat, mengatakan bahwa co-firing juga dapat menyebabkan deforestasi.

"Yang kami khawatirkan adalah deforestasi hutan yang nantinya akan digunakan untuk bahan bakar co-firing," katanya.

Baca Juga:3.000 Warga Terdampak Banjir Bandang Lahat, Walhi Sumsel: Potret Kerusakan Lanskap Masif

Untuk mengamankan pasokan bahan bakar biomassa co-firing untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pelabuhan Ratu dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Rembang, PT PLN telah bekerjasama dengan Perhutani. Rencananya, pasokan biomassa dari pengolahan tanaman kaliandra dan gamal akan diperoleh mulai bulan ini.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak