SuaraJabar.id - Sengketa tanah di Dago Elos dimulai sejak November 2016. Warga yang sudah menahun tinggal di kawasan dekat apartemen mewah The Maj Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung terancam digusur oleh keturunan George Hendrik Muller.
Para penggugat mengklaim memiliki bukti kepemilikan lahan tersebut berupa surat Eigendom Verponding, surat kepemilikan lahan di era Hindia Belanda yang dimiliki George Hendrik Muller.
Bukti kepemilikan lahan yang dimiliki generasi keluarga Muller ini pada 1 Agustus 2016 diserahkan kepada PT Dago Inti Graha dengan direktur utamanya, Orie August Chandra.
Majelis hakim PN Bandung pada 24 Agustus 2017 memenangkan gugatan kelurga Muller. Warga yang didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung kemudian naik banding ke tingkat Pengadilan Tinggi Bandung.
Baca Juga:Warga Dago Elos Bandung Dihujani Gas Air Mata Polisi, Balita di Dalam Rumah jadi Korban
Namun lagi-lagi di tingkat Pengadilan Tinggi, banding warga ditolak. Warga tak menyerah, di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA) putusan PN dan Pengadilan Tinggi Bandung dibatalkan pada 29 Oktober 2019.
Sayangnya, di tingkat Peninjauan Kembali alias PK di MA, putusan kembali memihak kepada keluarga Muller dan PT Dago Inti Graha.
MA dalam putusan PK nomor 109/PK/Pdt/2022 menyebut para warga yang berjumlah 300 orang melakukan perbuatan melawan hukum.
Putusan PK MA ini juga meminta warga untuk angkat kaki dari tempat tinggal yang selama ini mereka tempati.
Profil George Hendrik Muller
Baca Juga:Dipakai Lagi Buat 'Kondisikan' Massa, Bolehkah Polisi Tembakkan Gas Air Mata?
Lantas siapa George Hendrik Muller? Dikutip dari berbagai sumber, Georgius Henrik Muller, kakek buyut dari Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, dan Pipin Sandepi Muller ini ternyata di penjajahan Belanda bekerja sebagai juru bedah berpangkat serdadu.
Mengutip dari thread Twitter @IdTrimurti, orang pertama dari keluarga Muller yang datang ke Indonesia bernama Georgius Hendrikus Muller.
Ia lahir di Rotterdam, Belanda dan menjadi prajurit Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger atau yang disingkat KNIL alias tentara kerajaan Hindia Belanda.
Sebagai prajurit kolonial Belanda, Henrik Muller sempat ditugaskan ke sejumlah tempat di Indonesia. Muller kemudian pensiun dengan pangkat kapten dan mendapat uang pensiun 1200 gulden per tahun.
Ia diketahui menikah dengan Virginia Elisabeth Montignij pada 1835 di Salatiga. Keduanya dikarunia belasan anak.
Salah satunya ialah Georgius Hendricus Wilhelmus Muller. Georgius ini lahir di Salatiga dan dikenal sebagai tuan tanah yang memiliki perkebunan teh dan kina.
Ia diketahui mendapatkan konsesi erfpacht setara dengan hak guna usaha saat ini untuk perkebunan teh dan kini di sejumlah wilayah Jawa Barat seperti di Cicalengka dan Nagreg.
Georgius menikah dengan seorang perempuan Indonesia. Ia dianugrahi tiga orang anak, George Hendrik, Ani, dan Husni.
Pada 1942, George Hendrik Muller ini mendaftar sebagai prajurit Belanda. George Hendrik Muller juga menikahi perempuan Indonesia bernama Roesmah dan dianugrahi lima orang anak, salah satunya Edi Muller.
"Peristirahatan terakhir George Hendrik Muller dan Roesmah di Kunrade, Limburg, Belanda," cuit akun tersebut.
Salah satu anaknya, Edi Muller setelah menikah dianugrahi tiga orang anak, yakni Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, dan Pipin Sandepi Muller, tiga orang ini yang kemudian gugat warga Dago Elos.