Prof. Ratih mencontohkan, "Ada toksin (substansi beracun yang diproduksi oleh makhluk hidup), atau bahan-bahan ilegal yang tidak boleh digunakan dalam makanan juga perlu dikenali."
Alami, Contohnya adalah jamur beracun yang tumbuh pada kacang-kacangan (aflatoksin) atau kandungan sianida alami pada singkong jika tidak diolah dengan benar.
Tambahan, Ini bisa berupa residu pestisida pada buah dan sayur, atau penggunaan bahan ilegal seperti formalin dan boraks oleh oknum pedagang nakal untuk mengawetkan makanan.
3. Bahaya Fisik Saat Benda Asing 'Nyelip' di Makanan
Baca Juga:MPR Geram! Soroti Carut-Marut Pelaksanaan MBG di Bogor Usai Kasus Keracunan
Ini adalah bahaya yang paling mudah terlihat, namun seringkali luput dari perhatian hingga tertelan. Bahaya fisik adalah kontaminasi dari benda-benda asing yang seharusnya tidak ada dalam makanan.
"Bahaya ketiga yakni dari segi fisik, misalnya pecahan beling atau staples yang ada di dalam makanan," jelas Prof. Ratih.
Contoh lainnya bisa berupa kerikil pada beras, potongan plastik, rambut, atau bahkan serangga. Meskipun terkadang tidak langsung menyebabkan sakit, benda-benda ini bisa melukai mulut, gigi, hingga saluran pencernaan.
"Ketiga hal itu harus dikendalikan seminimal mungkin untuk mencapai keamanan pangan," ucapnya.
Menurut Prof. Ratih, edukasi mengenai keamanan pangan di Indonesia masih perlu ditingkatkan. Momentum seperti rencana Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dari pemerintah bisa menjadi kesempatan emas untuk menyosialisasikan konsep ini secara masif.
Baca Juga:Mimpi Sehat Berujung Petaka! Puluhan Siswa Bogor Diduga Keracunan Program MBG
Ia berpendapat bahwa narasi "bergizi" harus selalu berjalan beriringan dengan aman.
"Artinya tidak menyebabkan sakit dan potensi keracunan, jadi mungkin, harus dibuat semacam semboyan bergizi dan aman, atau aman dan bergizi dalam MBG," sarannya.