Heboh PBB Naik 1.000 Persen, Wali Kota Cirebon Buka Suara di Tengah Protes Warga

Menanggapi keluhan yang meluas, Pemerintah Kota (Pemkot) Cirebon akhirnya buka suara, membantah angka fantastis tersebut meski mengakui adanya penyesuaian tarif.

Andi Ahmad S
Kamis, 14 Agustus 2025 | 23:09 WIB
Heboh PBB Naik 1.000 Persen, Wali Kota Cirebon Buka Suara di Tengah Protes Warga
ilustrasi PBB (Freepik/xb100)

SuaraJabar.id - Isu kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 1.000 persen di Kota Cirebon menjadi bola panas yang memicu keresahan publik.

Menanggapi keluhan yang meluas, Pemerintah Kota (Pemkot) Cirebon akhirnya buka suara, membantah angka fantastis tersebut meski mengakui adanya penyesuaian tarif.

Wali Kota Cirebon, Effendi Edo, menegaskan bahwa pemerintah daerah sedang mengkaji ulang kebijakan tersebut dan membuka ruang dialog seluas-luasnya dengan masyarakat.

Di sisi lain, warga yang tergabung dalam Paguyuban Pelangi Cirebon menuntut pembatalan kebijakan yang dianggap sangat memberatkan.

Baca Juga:Jalan-jalan ke Cirebon, Ini 3 Kuliner Paling Diminati Turis

Di hadapan media, Wali Kota Effendi Edo mencoba meredam gejolak di masyarakat. Ia mengklarifikasi bahwa meskipun ada kenaikan, persentasenya tidak sebesar yang ramai diperbincangkan.

“Kalau kenaikan memang ada, namun tidak sampai 1.000 persen,” katanya di Cirebon, dilansir dari Antara.

Edo menjelaskan bahwa kebijakan ini merupakan "warisan" dari era penjabat (Pj) wali kota sebelumnya, yang disahkan melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024.

Meskipun baru lima bulan menjabat, ia mengaku telah melakukan pembahasan internal secara intensif untuk mencari formula baru yang tidak membebani warga.

“Mudah-mudahan dalam minggu ini kita sudah tahu dan formulasi yang kita buat itu sesuai dengan keinginan masyarakat. Artinya ada perubahan,” janjinya.

Baca Juga:Gamelan Cirebon Bikin Profesor Amerika Jatuh Cinta: Terbuat dari Cinta!

Ia menambahkan, pemerintah sangat terbuka untuk menerima masukan dan tidak menutup kemungkinan akan mengubah kebijakan jika hasil kajian menuntut demikian.

Di lain pihak, warga yang terwakili oleh Paguyuban Pelangi Cirebon memiliki pandangan berbeda. Juru Bicara Paguyuban, Hetta Mahendrati, menyatakan bahwa di lapangan, kenaikan yang dirasakan warga sangat signifikan.

Menurutnya, besaran kenaikan bervariasi mulai dari 100 hingga 200 persen, dan bahkan ada yang mencapai 1.000 persen. Atas dasar inilah, mereka melayangkan empat tuntutan utama:

  • Batalkan Perda Nomor 1 Tahun 2024 terkait Pajak dan Retribusi.
  • Kembalikan tarif PBB-P2 sesuai dengan ketentuan tahun 2023.
  • Tegaskan tanggung jawab pejabat yang merumuskan kebijakan tersebut.
  • Cari sumber PAD lain di luar membebani masyarakat dengan pajak.

Hetta mencontohkan keberhasilan warga di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang berhasil membuat pemerintah daerah membatalkan kenaikan PBB sebesar 250 persen setelah adanya protes publik.

Sebelum protes meluas, Pemkot Cirebon sebenarnya telah menerapkan skema relaksasi PBB-P2 sejak Februari 2025. Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kota Cirebon, Mastara, menjelaskan adanya insentif berupa potongan pembayaran.

  • Potongan 20% untuk pembayaran 13 Februari - 30 April.
  • Potongan 15% untuk pembayaran 1 Mei - 30 Juni.
  • Potongan 10% untuk pembayaran 1 Juli - 30 September 2025.

Namun, skema diskon ini tampaknya belum cukup untuk menenangkan warga yang merasa kenaikan pokok pajaknya terlalu tinggi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak