SuaraJabar.id - Kekhawatiran para orang tua akhirnya terjawab sudah. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memberikan jaminan krusial bagi 196 anak dan pelajar yang ditangkap aparat kepolisian saat terlibat dalam aksi di depan Gedung DPR/MPR RI, Senin (25/8) lalu.
Di tengah ancaman sanksi akademik, KPAI menegaskan akan memastikan tidak ada satu pun dari mereka yang dikeluarkan dari sekolah.
Langkah ini diambil setelah para pelajar tersebut dipulangkan oleh Polda Metro Jaya, sekaligus mengungkap fakta bahwa kehadiran mereka di lokasi demo bukan untuk menyampaikan aspirasi, melainkan karena terprovokasi ajakan di media sosial.
Setelah para pelajar dipulangkan ke orang tua masing-masing, muncul ketakutan besar akan sanksi terberat dari pihak sekolah, yaitu drop out (DO).
Baca Juga:Ini Dia Bocoran 2 Dinas Baru Pemkab Bogor, Siap-Siap Ngantor Sementara di Vivo Mall
Menanggapi keresahan ini, KPAI bertindak cepat sebagai garda terdepan perlindungan hak pendidikan anak.
Komisioner KPAI, Sylvana Maria, menegaskan komitmen lembaganya saat ditemui di Mapolda Metro Jaya, Selasa.
"Kita akan koordinasi ke Dinas terkait (Dinas Pendidikan) dan sekolah-sekolah untuk memastikan mereka tidak dikeluarkan," kata Sylvana, merespons langsung keluhan dan ketakutan para orang tua, dilansir dari Antara.
Tindakan KPAI tidak berhenti pada jaminan lisan. Mereka akan mengambil langkah proaktif dengan mendatangi langsung sekolah-sekolah yang sejumlah muridnya terlibat dalam aksi tersebut.
Tujuannya bukan untuk menghakimi, melainkan untuk menggali akar masalah yang lebih dalam.
Baca Juga:Ngeri! Teknologi AI Disalahgunakan, Foto Puluhan Siswi di Cirebon Diedit Jadi Konten Asusila
"Kami tentu akan terus 'follow up'. Saya sudah mencatat misalnya beberapa nama sekolah yang jumlah muridnya (yang terlibat dalam aksi) lumayan signifikan lebih dari 5, lebih dari 10," ungkap Sylvana.
Kunjungan ini bertujuan untuk berdialog dengan pihak sekolah dan mencari tahu mengapa para siswa bisa dengan mudahnya ikut dalam aksi kekerasan yang bahkan tidak mereka pahami substansinya, sekaligus merumuskan langkah pencegahan agar kejadian serupa tidak terulang.
Di sisi lain, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary, membeberkan hasil pemeriksaan awal terhadap ratusan pelajar tersebut. Fakta yang ditemukan cukup mengkhawatirkan.
Bukan Bagian dari Massa Aksi: Mereka ternyata tidak termasuk dalam klaster massa atau aliansi yang secara resmi menyampaikan pendapat di muka umum.
Kehadiran mereka murni karena ajakan yang viral di media sosial. "Mereka datang karena ajakan dari media sosial," kata Ade Ary.
Ironisnya, alih-alih berorasi, sebagian dari mereka justru terlibat dalam aksi perusakan fasilitas umum.
Para pelajar ini datang dari berbagai wilayah penyangga Jakarta, seperti Tangerang, Bekasi, Depok, Bogor, bahkan ada yang dari Sukabumi.
Penanganan kasus ini pun melibatkan tim khusus dari Sub Direktorat Remaja, Anak dan Wanita (Renakta) Polda Metro Jaya, serta berkolaborasi dengan KPAI, Dinas PPAPP DKI Jakarta, dan Dinas Sosial untuk memastikan pendekatan yang digunakan sesuai dengan prinsip perlindungan anak.