Media di Ambang Kiamat? Para Bos Buka Suara, Inovasi Bisnis atau Mati Digerus Disrupsi

Para pimpinan media pun terpaksa membuka "dapur" mereka dan mengakui satu kenyataan pahit: jurnalisme kini tak mampu membiayai dirinya sendiri.

Andi Ahmad S
Kamis, 11 September 2025 | 14:52 WIB
Media di Ambang Kiamat? Para Bos Buka Suara, Inovasi Bisnis atau Mati Digerus Disrupsi
CEO Suara.com, Suwarjono di Acara Jabar Media Summit 2025 yang digelar di Bandung, Kamis (11/9/2025) [Jabar Media Summit]

Ini membuktikan bahwa mengandalkan adsense dan pageview adalah resep menuju kebangkrutan. Solusinya? Wahyu mendesak negara turun tangan.

"Negara harus mengintervensi kegagalan pasar ini untuk melindungi media. Bisa dengan dimulai dengan pemerintah untuk memberikan keringanan pajak penghasilan untuk karyawan di perusahaan media,” sarannya.

Ketua Komisi Pengaduan Dewan Pers, Muhammad Jazuli, menyoroti masalah lain: ketidakadilan regulasi. Media arus utama diikat oleh aturan ketat, sementara media sosial bebas beroperasi tanpa pengawasan konten dan bisnis yang setara.

“Media arus utama apapun platform bentuknya, itu jelas ada aturannya. Sementara social media dari segi konten maupun dari segi bisnis tidak ada yang mengatur,” ujarnya.

Baca Juga:Alarm Merah di Jantung Bogor: Cibinong, Pusat Pemerintahan, Jadi 'Ibu Kota' Prostitusi

Di sisi lain, kepercayaan publik juga menjadi taruhan. Sepanjang 2025, Dewan Pers menerima 867 aduan, dan mayoritas dimenangkan oleh pengadu. Ini adalah sinyal keras bagi media untuk segera berbenah.

Di tengah gambaran suram, secercah harapan justru datang dari akar rumput. Eva Danayanti dari International Media Support (IMS) menegaskan bahwa masa depan mungkin ada di tangan media-media lokal. Kuncinya bukan menjadi raksasa, tetapi menjadi relevan.

“Kuncinya kalau ngomongin konten, kalau kita memperhatikan di sekitar dan di sebelah kita, itu bisa lebih relevan untuk konten media lokal bahkan hiperlokal,” kata Eva.

Ia mendorong media untuk tidak lagi memperlakukan audiens hanya sebagai pembaca, tetapi sebagai komunitas yang bisa diajak terlibat.

"Jadi bagaimana audiens tidak hanya diberlakukan sebagai pembaca tapi juga bagaimana mereka bisa terlibat,” jelasnya.

Baca Juga:Waspada! Teror Foto Syur AI Guncang Pelajar Cirebon, Ini 5 Fakta yang Wajib Kamu Tahu

“Ke depan media lokal bukan bagaimana menjadi media besar, tapi bagaimana menjadi relevan dengan konteks lokalnya.” sambungnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak