Keracunan Massal 301 Siswa, Program Makan Bergizi Gratis di Cipongkor Bandung Dihentikan

Keracunan massal yang menimpa 301 siswa di Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, pada Senin (22/9).

Andi Ahmad S
Selasa, 23 September 2025 | 14:20 WIB
Keracunan Massal 301 Siswa, Program Makan Bergizi Gratis di Cipongkor Bandung Dihentikan
Ilustrasi Keracunan MBG di Bandung. [Hiskia/Suarajogja]
Baca 10 detik
  • Program MBG dihentikan sementara usai 301 siswa keracunan di Bandung Barat akibat kelalaian teknis.
    • Kendala teknis muncul karena dapur MBG baru langsung memasak dalam jumlah besar tanpa penyesuaian skala.
    • Peningkatan standar operasional, higienitas, dan pengawasan diperlukan untuk mencegah insiden serupa terulang.

SuaraJabar.id -
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digalakkan Badan Gizi Nasional (BGN) terpaksa dihentikan sementara menyusul insiden dugaan keracunan massal yang menimpa 301 siswa di Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, pada Senin (22/9).

Tragedi ini menjadi pukulan telak bagi program pemerintah yang bertujuan mulia, sekaligus memicu evaluasi menyeluruh untuk memastikan keamanan dan kualitas gizi bagi para penerima manfaat.

Kepala BGN, Dadan Hindayana, mengumumkan penghentian sementara program ini saat meninjau lokasi di Bandung Barat pada Selasa.
Langkah ini diambil untuk melakukan evaluasi komprehensif agar kejadian serupa tidak terulang kembali di masa mendatang.

"Saya sudah meninjau SPPG-nya. Kondisinya sebenarnya bagus, hanya mungkin ada keteledoran. Itu yang harus jadi perbaikan menyeluruh. Saya sudah minta untuk setop sementara,” ujar Dadan, dilansir dari Antara.

Baca Juga:Rahasia Kemenangan Persib atas Arema FC di Stadion Kanjuruhan

Dadan menjelaskan bahwa Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Cipongkor yang menjadi lokasi kejadian ini tergolong baru beroperasi.

Menurutnya, idealnya, dapur MBG seharusnya dijalankan secara bertahap, dimulai dari beberapa sekolah dengan skala kecil untuk pembiasaan sebelum diperluas cakupannya.

Namun, dalam kasus ini, dapur tersebut langsung memasak dalam jumlah besar, yang kemudian menimbulkan kendala teknis dan memicu insiden keracunan.

"Seharusnya dimulai dari dua hingga tiga sekolah dulu sampai terbiasa. Tapi SPPG kali ini langsung dalam jumlah besar, itu yang menyebabkan kesalahan teknis,” katanya, mengidentifikasi akar masalah pada manajemen operasional skala besar yang belum matang.

Pengalaman ini menjadi pelajaran berharga bahwa percepatan program tidak boleh mengesampingkan standar keamanan dan kualitas.

Baca Juga:Lebih dari 600 Anak Keracunan MBG di Garut, Bupati: Tanggung Jawab BGN

Meskipun diwarnai insiden, Dadan menyampaikan apresiasi kepada tenaga medis, relawan, aparat, dan pemerintah daerah (pemda) yang telah sigap menangani para korban.

Respons cepat dari berbagai pihak ini patut diacungi jempol dalam memitigasi dampak lebih lanjut. Kendati demikian, Dadan juga menyoroti adanya kebutuhan yang masih perlu ditingkatkan, mulai dari ketersediaan obat-obatan hingga fasilitas dasar di lokasi penanganan darurat.

Peningkatan kapasitas dan kesiapsiagaan darurat menjadi krusial untuk menghadapi situasi serupa di masa depan.

Sebagai upaya perbaikan, Dadan menegaskan bahwa seluruh dapur BGN wajib memenuhi standar operasional yang ketat, mencakup aspek higienitas, kelengkapan peralatan, serta kecukupan personel yang terlatih.

Pihaknya juga telah mengeluarkan instruksi baru yang lebih spesifik terkait proses pengolahan makanan. "Kadang mereka harus bangun malam dan menyiapkan dalam waktu singkat. Sekarang kami instruksikan agar makanan diproses tidak lebih dari 4–5 jam," kata Dadan.

Selain itu, ia juga menekankan pentingnya bahan baku yang berkualitas, yang harus berasal dari pemasok terpercaya.

Langkah-langkah ini diharapkan dapat memperketat pengawasan dan mencegah terulangnya kasus keracunan di kemudian hari, sekaligus mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap Program Makan Bergizi Gratis.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini