Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Senin, 01 Juni 2020 | 18:35 WIB
Ilustrasi New Normal

“Pertama individu dan masyarakat, artinya orang perorang. Ini bisa dilakukan sejak awal, edukasi dan sosialisasi sejak awal, sejak pandemi itu terjadi, dan tentu ini tidak perlu menunggu kriteria apapun,” katanya.

Dijelaskannya, untuk tataran New Normal individu harus sampai pada tahap perubahan perilaku. Masyarakat perlu terbiasa dengan protokol kesehatan umum, seperti mencuci tangan, menjaga jarak, memakai masker, tidak pergi kemana pun jika tidak diperlukan, dan apapun yang diperlukan untuk mencegah penularan.

Sedangkan untuk Level kedua, New Normal yang diterapkan di ruang-ruang publik, seperti tempat ibadah, kantor, transportasi publik dan pusat perbelanjaan.

Pusat perbelanjaan bisa saja menerapkan protokol kesehatan, misalnya melarang masuk pengunjung yang demam, tidak memakai masker, dan masuk dengan bergerombol. Dicky menambahkan, bila pada level individu sudah tertanam pemahaman, masyarakat akan pergi ke mal, jika hanya ada keperluan yang sangat penting, dan tidak pergi ke sana jika tidak mendesak.

Baca Juga: 23 Mal di Bandung Minta Segera Dibuka

“Kalau ini tidak terbangun, dia mau kongkow, window shopping, jalan ke mal, karena dia tidak paham belum menerapkan new normal individu. Karena belum paham, ya malnya rame lagi, walaupun diatur oleh pemerintahnya atau manajemen, dengan banyaknya orag akan tetap jadi corwded. Artinya ini memerlukan tahapan dari sebelumnya pada level individu, memerlukan partisipasi aktif dari masyarakat,” paparnya.

Dia juga mengatakan, riset WHO membuktikan peran aktif masyarakat yang menerapkan perubahan perilaku ini bisa berkontribusi hingga 80 persen dalam pengendalian pandremi.

“Besar sekali itu 80 persen. Kontribusi ini hanya bsa terjadi jika masyarakat paham."

Load More