Scroll untuk membaca artikel
Pebriansyah Ariefana
Sabtu, 25 Juli 2020 | 14:28 WIB
Konsep Ketahanan Pangan Ala Pondok Pesantren Al-Ittifaq. (Suara.com/Aminuddin)

Al-Ittifaq kini memiliki luas lahan pertanian sekitar 11 hektar. Sebagian besar berada di sekitaran pondok pesantren. Al-Ittifaq bisa dibilang menjadi role model pesantren yang mandiri di sektor pangan. Untuk menghidupi santri sebanyak kurang lebih 550 orang, mereka mengandalkan hasil pertanian dan peternakan.

"Kita juga dapat hibah dari Perhutani seluas 30 hektar itu statusnya HGU, dan sedang ditanami kopi," ungkapnya.

Bahkan, akibat surplus hasil pertanian, Kopontren Al-Ittifaq bisa menjual sayuran ke pasar tradisional dan swalayan di wilayah Bandung dan Jakarta. Terkini, Al-Ittifaq mampu menjual sebanyak 63 jenis sayuran dan buah-buahan menuju pasar modern.

Per hari, Kopontren Al-Ittifaq mampu menyuplai sebanyak 3,2 ton sayuran menuju pasar dengan persentase sebanyak 60 persen menuju pasar tradisional, dan sisanya menuju swalayan, restoran, dan yang lainnya.

Baca Juga: Ketahanan Pangan Desa Sumurgeneng dan Wadung Tuban, Anti Lapar saat COVID

Butuh puluhan tahun bagi Al-Ittifaq bisa mandiri bahkan menjadi bagian kecil dalam menjaga ketahanan pangan di Indonesia. Jangkauan pasar yang mampu diakses Al-Ittifaq pun terbilang sudah semakin luas. Tingginya permintaan sayuran dari pasar, membuat Al-Ittifaq terus berevolusi menjadi semacam pemasok sayuran dengan mengandalkan jaringan Ponpes.

Konsep Ketahanan Pangan Ala Pondok Pesantren Al-Ittifaq. (Suara.com/Aminuddin)

"Panjang prosesnya itu bukan proses satu atau dua tahun tapi puluhan tahun, kami bisa seperti ini," bebernya.

Irawan menjelaskan, sekarang tidak semua sayuran yang dijual ke pasar merupakan hasil cocok tanam santri Al-Ittifaq. Namun, Al-Ittifaq pun menjadi semacam offtaker dari beberapa kelompok tani hasil binaan Al-Ittifaq.

Ada 9 kelompok tani yang total berjumlah 270 petani binaan. Latar belakang petani itu merupakan alumni Al-Ittifaq yang berada di tiga daerah, meliputi Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Cianjur. Kesembilan kelompok tani ini rutin mengirim hasil tani dua kali dalam sepekan ke Al-Ittifaq.

"Jadi karena ada ikatan antara kyai dan santrinya, kita tetap ada kegiatan keagamaan. Tiap malam Selasa dan malam Jumat kita ada kegiatan pengajian di pesantren. Selain mereka membawa hasil pertanian ke sini, mereka pun ngaji mingguan di sini," imbuhnya.

Baca Juga: Ketahanan Pangan Indonesia Tergantung Besar Kecilnya Impor

Toat (40 tahun), salah satu petani binaan Al-Ittifaq, mengatakan kehadiran koperasi Al-Ittifaq sangat membantu petani seperti Toat. Sebelum bergabung menjadi anggota koperasi,Toat biasanya menyalurkan hasil pertaniannya ke tengkulak dan dihargai murah. Namun, kini Toat menyalurkan komoditas hasil bertaninya menuju Al-Ittifaq dan dihargai dengan harga yang lebih layak, lantaran dia melakukan pengemasan sendiri.

Toat kini bertani di lahan miliknya sendiri dengan luas sekitar 14 tumbak. Toat memasok sekitar 6 jenis sayur-sayuran, meliputi, selada kriting, daun salam, daun pisang, wortel baby, daun pohpohan, daun papaya dan buah bit.

“Harga jualnya jauh. Saya kan packing sendiri itu per kg Rp 9.500, untuk selada kriting. Itu kan kalau di pasar tradisional juga selada kriting dijual ke bandar itu Rp. 5 ribu, tapi sekarang saya masih bisa jual lebih mahal naiknya hampir satu kali lipat,”kata Toat.

Dalam skala yang lebih luas, sejak 2019, kemarin, Al-Ittifaq mulai menjajaki kerjasama dengan 16 pesantren untuk bisa memaksimalkan potensi sektor pertanian. Targetnya, pada 2024, Al-Ittifaq dan 16 pesantren itu bisa menjadikan Indonesia sebagai poros ekonomi syariah dunia pada 2024, mendatang.

"2019, kita coba transfer of knowledge, 2020 kita bikin greenhouse di 16 pesantren, nah Al-Ittifaq tidak punya anggaran, rata-rata satu pesantren butuh modal sekitar Rp 350 juta, kita coba ngobrol ke BI departemen ekonomi keuangan syariah, mereka support," kata Irawan.

Satu di antara 16 pesantren yang melakukan kerjasama dengan Al-Ittifaq, yakni Ponpes Bahrul Ulum, Jatinagara, Ciamis. Pimpinan Ponpes Bahrul Ulum, Heri Heriyanto (45 tahun) mengatakan program itu sangat membantu memaksimalkan potensi lahan yang dimilki pesantrennya. Bahrul Ulum memiliki lahan untuk bercocok tanam seluas 3 hektar. Kini sebagian lahan itu ditanami labu madu dan aneka sayuran tipikal dataran rendah.

Load More