Andi Ahmad S
Sabtu, 16 Agustus 2025 | 04:05 WIB
Situasi Paripurna APBDP di Gedung DPRD Jabar Bandung, Jumat (15/8/2025) ANTARA/Ricky Prayoga)

SuaraJabar.id - PDIP Jabar, Dedi Mulyadi, APBD Jabar 2025, boikot paripurna, bantuan pesantren, Ono Surono, DPRD Jawa Barat, politik anggaran.

Suasana Gedung DPRD Jawa Barat memanas pada Jumat kemarin. Pemandangan tak biasa terlihat saat seluruh kursi yang seharusnya diisi oleh Fraksi PDI Perjuangan fraksi terbesar dengan 39 anggota dibiarkan kosong.

Ini bukan sekadar absen biasa, melainkan sebuah aksi boikot terorganisir terhadap Rapat Paripurna pengesahan Perubahan APBD Jabar 2025.

Akar masalahnya? Sebuah janji anggaran untuk pondok pesantren yang dianggap telah "dikhianati" oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memicu perlawanan politik terbuka dari fraksi 'Banteng'.

Aksi Boikot 'Banteng' Kosongkan Kursi Paripurna

Meski ditinggal oleh fraksi terbesar, palu pimpinan rapat tetap diketuk. Ketua DPRD Jawa Barat, Buky Wibawa, menyatakan rapat tetap sah dan bisa dilanjutkan.

Menurutnya, kuorum masih terpenuhi, sehingga absennya PDIP tidak menghentikan jalannya agenda krusial tersebut.

"Hari ini rapat dihadiri 81 anggota legislatif dari jumlah keseluruhan 120 orang, masih mencapai persyaratan kuorum, sehingga rapat dapat dilanjutkan," kata Buky di Gedung DPRD Jawa Barat, Bandung, Jumat dilansir dari Antara.

Ilustrasi profil Ono Surono (Instagram @ono_surono)

Keputusan ini memastikan agenda pengesahan APBD Perubahan tetap berjalan, namun meninggalkan catatan politik besar: APBD Jabar 2025 disahkan tanpa persetujuan dari partai pemenang pemilu di provinsi tersebut.

Baca Juga: Drama PBB Cirebon Naik Gila-gilaan Dibatalkan! Ini 5 Poin Penting yang Wajib Kamu Tahu

Akar Masalah: Janji Bantuan Pesantren yang 'Hilang' di Meja Gubernur

Wakil Ketua DPRD Jawa Barat dari Fraksi PDIP, Ono Surono, membeberkan alasan di balik sikap politik fraksinya.

Menurutnya, PDIP pada awalnya menyambut baik rencana perubahan APBD karena ada komitmen untuk mengalokasikan kembali bantuan bagi yayasan pondok pesantren dan masjid.

Namun, harapan itu pupus di pembahasan akhir. Ono mengungkapkan bahwa dalam usulan final yang disepakati, Gubernur Dedi Mulyadi justru tidak menganggarkan kembali pos bantuan tersebut.

Sebagai gantinya, muncul sebuah program dengan nomenklatur baru yang dinilai tidak sepadan.

  • Janji Semula: Alokasi kembali bantuan untuk yayasan pondok pesantren dan masjid.
  • Realisasi Akhir: Muncul nomenklatur baru "beasiswa santri tidak mampu" dengan alokasi anggaran hanya Rp10 miliar.

Perubahan inilah yang dianggap sebagai pengingkaran komitmen dan menjadi pemicu utama boikot.

Load More