Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Sabtu, 10 April 2021 | 20:18 WIB
Ujang Rahmat (50 tahun) mengatur lalu lintas di perlintasan kereta api di di perlintasan Sumur Bor, Desa Cilame, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat / [SuaraJabar.id / Ferry Bangkit Rizki]

SuaraJabar.id - Ujang Rahmat (50 tahun) sontak berteriak kencang ketika melihat dan mendengar suara kereta api di perlintasan Sumur Bor, Desa Cilame, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat.

Mengenakan rompi, pria paruh baya itu menghalau kendaraan baik roda dua, roda empat, maupun pejalan kaki. Sebab, perlintasan kereta api itu tak berpintu alias perlintasan liar.

Matahari bersinar terik menembus rompi dan kupluk yang dikenakannya. Debu tak henti beterbangan, bahkan bisa saja menembus masker lapuk yang nyaris setiap hari digunakan ayah lima anak itu.

Ia tetap gagah berdiri dengan usia yang mendekati lansia. Pria gempal itu terus mengatur lalu lintas di sekitar perlintasan kereta api. Ia tak boleh lengah sedikit pun mengingat aktivitasnya sangat berbahaya.

Baca Juga: Bupati Aa Umbara dan Anaknya Ditahan KPK Selama 20 Hari

"Saya dari tahun 1985-an sudah jadi penjaga di sini," ujar Ujang, dengan lantangnya mengingat pembicaraan kami terus diganggu suara deru kendaraan.

Sesekali, pria dengan kumis tebalnya itu mengusap keringat di tubuhnya mengingat cuaca siang itu cukup terik. Ia terus berteriak dan berkata "terus, terus" pertanda meminta kendaraan agar terus berjalan.

Tiba-tiba, sontak saja Ujang berteriak memerintahkan pengendara untuk mengerem sejenak kendaraannya. Ada kereta api yang akan lewat. Telat sedikit saja, bisa tamat.

Sebab, perlintasan itu tak berpintu. Benar saja, tak kurang dari semenit kereta itu tiba-tiba melintas. Ujang mengela nafas sejenak lantaran semua kendaraan sudah terhentik saat kereta api lewat.

"Dulu mah gak terlalu rame, sekarang rame. Dulu juga sempet dipasang portal seadanya tapi dicopot karena gak efektif," ujar Ujang

Baca Juga: KPK Resmi Tahan Bupati Bandung Barat Aa Umbara dan Anaknya

Sudah panas disengat matahari, kadang dirinya dibuat kesal oleh kendaraan yang memaksa menerobos meski sudah diberikan peringatan sebelumnya. Ia pun kerap dibuat khawatir dengan ulah pengendara itu.

Ujang bukan penjaga perlintasan kereta api kaleng-kaleng. Tanpa rambu-rambu pertanda kereta api akan melintas, ia bisa mengetahui kapan kendaraan panjang itu akan lewat.

Ia sudah tahu jadwal kereta api yang akan lewat. Meski begitu, Ujang harus tetap dituntut jeli, mengingat bisa saja jadwal kereta api berubah tanpa sepengetahuannya.

"Telinga saya juga harus jeli. Kalau tidak bahaya juga, nanti tiba-tiba jadwalnya berubah," ujar Ujang.

Telat sedikit saja berteriak, bahaya laten bisa saja terjadi. Selama Ujang bertugas, memang ia tak pernah mengalaminya atau langsung melihat kecelakaan di perlintasan kereta api yang ia jaga.

Namun bukan tanpa kejadian. Di perlintasan rel kereta api KM 142 itu pernah ada pengendara yang tertabrak ketika dirinya sedang tidak berjaga, lantaran memaksa menerobos.

"Udah sering kejadian. Motor, mobil juga udah pernah kejadian," ucap Ujang.

Ujang Rahmat (50 tahun) mengatur lalu lintas di perlintasan kereta api di di perlintasan Sumur Bor, Desa Cilame, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat / [SuaraJabar.id / Ferry Bangkit Rizki]

Tidak Pernah Mendapat Honor

Saat ayam berkokok di pagi hari, Ujang sudah bergegas dari rumahnya yang tak jauh dari perlintasan tersebut. Namun, terkadang juga bertugas siang hari mengingat ia tak bertugas sendiri.

Ujang Rahmat bergantian dengan temannya yang merupakan anggota Linmas setempat. Jika bertugas pagi hari, ia akan pulang siang hari. Namun ketika bertugas siang, maka akan sampai malam dirinya bergelut di sekitar perlintasan kereta api.

Ia tidak pernah mendapatkan honor apalagi gaji selama berpuluh tahun menjaga perlintasan kereta api. Ujang hanya mendapatkan sedikit cuan dari pengendara yang memberinya dengan suka rela.

Terlihat ia selalu mengulurkan tangannya ketika ada pengendara yang hendak memberinya sedikit rezeki untuk dibawa pulang. Ia tak melihat sedikit atau banyaknya, asalkan tidak ada kejadian yang tidak diinginkan, Ujang sudah senang dan bersyukur.

Namun, ada saat dimana ia selalu menantikannya yakni awal bulan. Sebab, saat bulan muda ia kerap mendapat rezeki lebih dari pengendara yang lewat. Pengendara seperti 'royal' tetiba saat-saat itu.

"Kalau tanggal muda itu, suka banyak yang ngasih," tuturnya, sambil tersenyum bahagia.

Selagi masih kuat berdiri, Ujang akan tetap menjada pintu perlintasan liar tersebut. Bukan hanya soal mencari nafkah, namun ada ribuan bahkan ratusan nyawa yang setiap harinya lewat perlintasan tersebut.

Kontributor : Ferrye Bangkit Rizki

Load More