SuaraJabar.id - Ujang Rahmat (50 tahun) sontak berteriak kencang ketika melihat dan mendengar suara kereta api di perlintasan Sumur Bor, Desa Cilame, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat.
Mengenakan rompi, pria paruh baya itu menghalau kendaraan baik roda dua, roda empat, maupun pejalan kaki. Sebab, perlintasan kereta api itu tak berpintu alias perlintasan liar.
Matahari bersinar terik menembus rompi dan kupluk yang dikenakannya. Debu tak henti beterbangan, bahkan bisa saja menembus masker lapuk yang nyaris setiap hari digunakan ayah lima anak itu.
Ia tetap gagah berdiri dengan usia yang mendekati lansia. Pria gempal itu terus mengatur lalu lintas di sekitar perlintasan kereta api. Ia tak boleh lengah sedikit pun mengingat aktivitasnya sangat berbahaya.
"Saya dari tahun 1985-an sudah jadi penjaga di sini," ujar Ujang, dengan lantangnya mengingat pembicaraan kami terus diganggu suara deru kendaraan.
Sesekali, pria dengan kumis tebalnya itu mengusap keringat di tubuhnya mengingat cuaca siang itu cukup terik. Ia terus berteriak dan berkata "terus, terus" pertanda meminta kendaraan agar terus berjalan.
Tiba-tiba, sontak saja Ujang berteriak memerintahkan pengendara untuk mengerem sejenak kendaraannya. Ada kereta api yang akan lewat. Telat sedikit saja, bisa tamat.
Sebab, perlintasan itu tak berpintu. Benar saja, tak kurang dari semenit kereta itu tiba-tiba melintas. Ujang mengela nafas sejenak lantaran semua kendaraan sudah terhentik saat kereta api lewat.
"Dulu mah gak terlalu rame, sekarang rame. Dulu juga sempet dipasang portal seadanya tapi dicopot karena gak efektif," ujar Ujang
Baca Juga: Bupati Aa Umbara dan Anaknya Ditahan KPK Selama 20 Hari
Sudah panas disengat matahari, kadang dirinya dibuat kesal oleh kendaraan yang memaksa menerobos meski sudah diberikan peringatan sebelumnya. Ia pun kerap dibuat khawatir dengan ulah pengendara itu.
Ujang bukan penjaga perlintasan kereta api kaleng-kaleng. Tanpa rambu-rambu pertanda kereta api akan melintas, ia bisa mengetahui kapan kendaraan panjang itu akan lewat.
Ia sudah tahu jadwal kereta api yang akan lewat. Meski begitu, Ujang harus tetap dituntut jeli, mengingat bisa saja jadwal kereta api berubah tanpa sepengetahuannya.
"Telinga saya juga harus jeli. Kalau tidak bahaya juga, nanti tiba-tiba jadwalnya berubah," ujar Ujang.
Telat sedikit saja berteriak, bahaya laten bisa saja terjadi. Selama Ujang bertugas, memang ia tak pernah mengalaminya atau langsung melihat kecelakaan di perlintasan kereta api yang ia jaga.
Namun bukan tanpa kejadian. Di perlintasan rel kereta api KM 142 itu pernah ada pengendara yang tertabrak ketika dirinya sedang tidak berjaga, lantaran memaksa menerobos.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Sepatu New Balance Diskon 70 Persen di Sports Station, Mulai Rp100 Ribuan
- Petugas Haji Dibayar Berapa? Ini Kisaran Gaji dan Jadwal Rekrutmen 2026
- Liverpool Pecat Arne Slot, Giovanni van Bronckhorst Latih Timnas Indonesia?
- 5 Mobil Bekas Selevel Innova Budget Rp60 Jutaan untuk Keluarga Besar
- 5 Shio Paling Beruntung Besok 25 November 2025, Cuan Mengalir Deras
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Diminta Jangan Banyak Omon-omon, Janji Tak Tercapai Bisa Jadi Bumerang
-
Trofi Piala Dunia Hilang 7 Hari di Siang Bolong, Misteri 59 Tahun yang Tak Pernah Tuntas
-
16 Tahun Disimpan Rapat: Kisah Pilu RR Korban Pelecehan Seksual di Kantor PLN
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Makin Pedas
-
FIFA Atur Ulang Undian Piala Dunia 2026: 4 Tim Unggulan Dipastikan Tak Segrup
Terkini
-
BRI Dorong Pertumbuhan Inklusif lewat Penyaluran KUR Senilai Rp147,2 triliun
-
Hindari Jebakan Phishing, Cek di Sini Daftar Kanal Resmi BRI
-
Stop! Wajah Kusam Bukan Lagi Simbol Maskulin 2025: Inilah 4 Rahasia Sat-Set Cowok Auto-Glowing
-
Akhir Drama Viral Ojol vs Opang di Rancaekek, Sepakat Damai Usai Mediasi Polisi
-
Akhir Tahun Anti-Wacana: 3 Spot Wisata di Jabar Paling Skena dan Estetik Buat Healing Gen Z