Scroll untuk membaca artikel
Ari Syahril Ramadhan
Senin, 17 Mei 2021 | 15:47 WIB
Pengendara melintasi jembatan kayu milik perorangan di Waduk Saguling, Kabupaten Bandung Barat. [Suara.com/Ferrye Bangkit Rizki]

SuaraJabar.id - Keberadaan jembatan apung di perairan Waduk Saguling, Kabupaten Bandung Barat (KBB) ternyata menjadi lahan bisnis yang sangat-sangat menggiurkan.

Ada empat jembatan berbahan kayu yang mengapung di perairan Waduk Saguling yang menghubungan beberapa wilayah di Bandung Barat. Dari keempatnya, dalam setahun bisa menghasilkan sekitar Rp 1,2 miliar.

Keempat jembatan tersebut yakni Jembatan Jubang, yang menghubungkan Kampung Cibacang dengan Kota Baru Parahyangan di Desa Cipeundeuy, Kecamatan Padalarang.

Jembatan Sasak Bodas yang menghubungkan Kampung Cangkorah dan Kampung Seketando, di Desa Cangkorah, Kecamatan Batujajar. Kemudian Surapatin yang menghubungkan Desa Pangauban, Kecamatan Batujajar, dan Desa Girimukti, Kecamatan Saguling.

Baca Juga: Transera Waterpark dan Jembatan Cinta Tarumajaya Ditutup Sementara

Terakhir adalah Jembatan Bucin yang menghubungkan kampung yaitu Kampung Bunder, Desa Karang Anyar, Kecamatan Cililin dengan Kampung Cimonyet, Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Cihampelas.

Pengendara melintasi jembatan kayu milik perorangan di Waduk Saguling, Kabupaten Bandung Barat. [Suara.com/Ferrye Bangkit Rizki]

Keempat jembatan ini dibuat oleh Heri Supratikno. Dia memercayakan usaha jembatan ini kepada adiknya, Abdul Gofur (35) yang bertugas di lapangan.

"Semua mulai beroperasi tahun 2018, hanya beda bulan saja. Ini memang usaha keluarga, semuanya modal pribadi," terang Abdul Gofur saat ditemui Suara.com di Jembatan Surapatin, Senin (17/5/2021).

Izin Sudah Diurus

Sebelum membangun keempat jembatan tersebut, kata dia, semua perizinan sudah ditempuh dari berbagai pihak dari mulai warga setempat, PT Indonesia Power (IP) selaku pemilik aliran Sungai Citarum wilayah Saguling, dan izin ke Pemdes setempat.

Baca Juga: Berkah Lebaran, Usaha "Nyonya Kue Cimahi" Raup Omzet Rp 250 Juta

Untuk membuat jembatan tersebut, semua material langsung didatangkan dari Jawa Tengah, dengan pemilihan kayu jenis mahoni dan johar. "Bahannya semuanya kayu sama drum. Kecuali yang Jembatan Bucin itu dari besi," sebut Abdul.

Sejak pertama dioperasikan, pihak pengelola sudah menerapkan tarif bagi kendaraan sepeda motor. Untuk Jembatan Bucin dan Surapatin di Tarif Rp 5.000 dan Rp 2.000 untuk sepeda biasa. Sementara Jembatan Jubang dan Jembatan Sasak Bodas Rp 2.000 per sepeda motor.

"Untuk anak sekolah sama pejalan kaki gratis. Pegawai desa, guru, Puskesmas hanya sekali bayar jadi atau sejalan," terang Abdul.

Dari usaha penyebrangan tersebut, ungkap Abdul Gofur, penghasilan yang didapatnya dari semua jembatan penyebrangan mencapai Rp 100 juta setiap bulannya.

Artinya, dalam setahun dari keempat jembatan penyebrangan Itu bisa dihasilkan Rp 1,2 miliar. Penghasilan dari setiap Jembatan dan perbulannya pun bervariatif sebab tergantung kendaraan yang lewat.

Menghantikan Moda Transportasi Perahu

Abdul Gofur mengatakan, keberadaan jembatan-jembatan yang dikelolanya sangat membantu mobilitas masyarakat untuk berbagai kegiatan. Dari mulai kegiatan ekonomi hingga sekolah.

Sebelum adanya jembatan, masyarakat biasanya menggunakan jasa perahu untuk menyebrang dengan tarif Rp 25.000 per sepeda motor.

"Dulunya kan masyarakat pakai perahu. Tapi kita juga kasih kompensasi ke pemilik perahunya dengan keberadaan jembatan ini," ujarnya.

Keberadaan jembatan ini pun selalu memberikan uang kas kepada desa per bulan untuk Desa Cipeundeuy, Desa Cangkorah, dan untuk Desa Pangauban dan Girimukti.

"Selain itu kan bisa dimanfaatkan juga oleh warga sekitar untuk membuat warung misalnya. Jadi manfaatnya sangat banyak," tukasnya.

Kontributor : Ferrye Bangkit Rizki

Load More