Scroll untuk membaca artikel
Ari Syahril Ramadhan
Kamis, 12 Agustus 2021 | 16:54 WIB
ILUSTRASI-Seorang pekerja yang tergabung dalam Aliansi Karyawan Hiburan dan Pengusaha Hiburan berunjuk rasa di Balai Kota, Bandung, Jawa Barat, Senin (3/8/2020). [ANTARA FOTO/M Agung Rajasa]

SuaraJabar.id - Saepul Rohman (30) sedang gelisah. Pekerja di sektor hiburan malam di Kota Bandung itu terus dibayangi teror rentenir pinjaman online.

Ia punya utang pinjaman online sekitar Rp 2 juta yang ia gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Sudah dua hari ini Saepul telat membayar pinjaman online. Bukan karena ingin lari dari tanggung jawab, tapi memang bapak satu anak itu belum memiliki uang lantaran tak memiliki penghasilan karena tempatnya bekerja ditutup selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat hingga Level 4.

Klub malam tempatnya bekerja ditutup selama penerapan kebijakan yang dibuat dalam rangka menekan kasus Covid-19 itu. Selama sebulan ini, otomatis Saepul pun tak mendapat upah sebab tempatnya bekerja pun tak ada pemasukan.

Baca Juga: Enam Provinsi Alami Peningkatan Kasus Aktif Covid-19 di Atas 10 Ribu Dalam Waktu 1 Bulan

"Sebulan ini ya gak dapat gaji. Repot banget apalagi udah berkeluarga, anak satu," tutur Saepul kepada Suara.com, Kamis (12/8/2021).

Sebetulnya, bukan kali ini saja kondisi terjepit dialami Saepul selama pandemi Covid-19. Sudah sering klub malam tempatnya bekerja terpaksa tidak beroperasi demi mendukung kebijakan pemerintah dalam menekan penularan virus Corona.

Berkali-kali ditutup, artinya pria yang bertugas sebagai waiters itupun tak mendapat upah. Dalam kondisi yang serba sulit itu, Saepul pun terpaksa setahun lalu menjual ponsel hingga sepeda motor yang kerap digunakannya untuk bekerja.

Bahkan, dirinya terpaksa ambil jalan pintas dengan mengajukan pinjaman online. Ia sadar betul risikonya. Namun kalau itu tak ada jalan lain sebab keluarganya tetap harus dipenuhi kebutuhannya. Dapur pun harus selalu "ngebul".

Kini, kondisi serupa kembali dialaminya setelah pemerintah menerapkan PPKM Darurat-Level 4 sejak 3 Juli lalu. Klub malam tempatnya mencari pundi-pundi rupiah pun kembali harus ditutup.

Baca Juga: Pesta Narkoba Saat PPKM, Lima Anggota DPRD Labura Ditetapkan Jadi Tersangka

Saepul pun mencoba jadi kuli serabutan namun jelas tak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

"Kadang juga minjem ke kantor. Kadang dikasih orang tua sama mertua," keluh Saepul.

Lagi-lagi ia terjepit sehingga memutuskan untuk memanfaatkan kembali pinjaman online. Sudah dua hari ini ia belum juga membayarnya. Risikonya jelas, ada "teror" rentenir pinjaman online yang bisa saja dihadapinya.

"Buat bayarnya juga bingung. Sekarang belum bisa, telat 2 hari," ucap Saepul.

Di tengah ketersesakan ini, mirisnya Saepul mengaku sama sekali belum pernah mendapat bantuan apapun dari pemerintah sejak awal Pandemi Covid-19.

Ia hanya mendapat bantuan ketika ada pejabat kepolisian di sekitar rumahnya yang berbaik hati.

"Sekarang harapan satu-satunya tempat kerja dibuka lagi. Sulit mengandalkan bantuan pemerintah," tukasnya.

Nasib serupa dialami Mega Tri Anjani (24), pekerja di sektor hiburan malam lainnya. Hanya saja ia sedikit lebih beruntung sebab belum memiliki tanggungan keluarga.

Waiters di salah satu tempat hiburan malam itu masih bisa merogoh kocek dari tabungannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saat tak dapat penghasilan karena tempat kerjanya ditutup.

"Iya gak digaji kan perusahaan juga gak ada pemasukan. Paling saya ikut jualan kaya jadi resseler gitu," ujarnya.

Ia mengkritisi soal kebijakan pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19 ini. Sebab, kebijakan yang diterapkan ini tidak diikuti dengan solusi untuk pekerja malam seperti dirinya.

Contoh kecilnya saja, kata dia, tak semua pekerja yang terdampak penghasilannya mendapat bantuan.

Kontributor : Ferrye Bangkit Rizki

Load More