Scroll untuk membaca artikel
Ari Syahril Ramadhan
Kamis, 02 Desember 2021 | 11:34 WIB
ILUSTRASI - Ribuan buruh dari berbagai serikat terpantau memadati depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Selasa (30/11/2021). [Suara.com/M Dikdik RA]

SuaraJabar.id - Buruh mengecam Pemerintah Kota Banjar yang lagi-lagi tak mampu mendongkrak kesejahteraan mereka lewat menaikan upah minimum kota atau UMK 2022 secara signifikan.

Dari penetapan UMK 2022 yang ditandatangani Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, UMK Kota Banjar 2022 hanya naik tipis menjadi Rp 1.852.099,52 dari tahun sebelumnya yaitu Rp.1.831.884,83.

Kondisi ini membuat UMK Banjar 2022 menjadi UMK terendah di Jawa Barat.

Menanggapi hal itu Ketua Forum Solidaritas Buruh Banjar Toni Rustaman, mengaku kecewa atas usulan kenaikan UMK yang direkomendasikan oleh pemerintah kota Banjar kepada Gubernur Jawa Barat.

Baca Juga: Sempat Tak Harmonis Gara-gara Cerita Perang Bubat, Begini Hubungan Sunda dan Jawa Saat Ini

Menurutnya, selama ini predikat penyandang UMK terendah se Jawa Barat yang diberikan oleh buruh dengan julukan “The King Of Slavery Makers” atau raja pencipta perbudakan untuk pemerintahan kota Banjar seolah-olah menjadi sebuah kebanggan bagi mereka.

Bukan malah merasa malu atau tersinggung tapi malah membuat kaum buruh mempertanyakan keseriusan Pemkot Banjar dalam upaya mensejahterakan para buruh.

“Perlu diingat, Kami FSB Banjar sudah 3 kali memberikan Pemkot Banjar Piagam Penghargaan UMK terendah se-Jawa Barat dan julukan The King Of Slavery Makers,” kata Toni Rustaman kepada HR Online-jejaring Suara.com, Rabu (1/12/2021).

Lanjutnya, piagam kegagalan yang selama ini diberikan oleh para buruh seolah tidak dijadikan evaluasi dan ingin mendapat lagi piagam kegagalan itu serta mengharapkan kegeraman para buruh di Kota Banjar.

Untuk itu kata Toni, pihaknya ingin menagih kembali komitmen dari pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan para buruh saat rapat Dewan Pengupahan Kota.

Baca Juga: Apindo Kecewa Keputusan Gubernur Khofifah Tentang UMK Jatim 2022

“Mereka harus mempertanggungjawabkan hasil rapat. Kenapa UMK di Banjar masih terendah se Jawa Barat. Apa tindakan mereka selanjutnya,” ujarnya.

Terpisah Ketua Serikat Pekerja Sinar Baru Banjar (SPSBB) Irwan Herwanto mengatakan, permasalahan UMK terendah yang sampai sekarang masih dipegang Kota Banjar merupakan permasalahan serius yang harus dievaluasi oleh Pemkot.

Selain itu, ia juga menilai permasalahan upah terendah yang tidak bisa diselesaikan tersebut menunjukkan pemerintah gagal dalam mensejahterakan masyarakat khususnya kaum buruh.

Karenanya, sambung Irwanto, selain solusi atas permasalahan rendahnya upah, yang dibutuhkan buruh yaitu solusi terkait permasalahan hubungan industrial dan penerapan peraturan tentang upah.

“Solusi itu karena faktanya sampai sekarang pemerintah kota belum mampu menyelesaikan setiap permasalahan hubungan industrial yang muncul antara buruh dan pengusaha terutama yang berkaitan dengan upah,” katanya.

Lebih lanjut, pihak buruh Kota Banjar mendesak agar kedepan dibentuk regulasi di tingkat daerah terkait ketenagakerjaan yang didalamnya mengatur tentang UMK, dan perlindungan tenaga kerja.

Kesejahteraan pekerja, jaminan sosial dan kesehatan pekerja hingga jaminan kehilangan pekerjaan sebagai payung hukum untuk melindungi hak-hak kaum buruh.

“Kita SPSBB akan mendorong pemerintah kota untuk mengeluarkan sebuah regulasi tentang ketenagakerjaan. Baik regulasi itu berupa Perda ataupun Perwal,” tandas Irwanto.

Load More