Ari Syahril Ramadhan
Senin, 13 Desember 2021 | 14:30 WIB
ilustrasi kekerasan seksual. [ema rohimah / suarajogja.id]

Pada 2019 lalu, Jelita terpaksa menerima lamaran dari kekasih hatinya, Joni (nama samaran). Mereka berdua pun menikah pada April 2019 lalu. Saat itu, Jelita baru berusia 19 tahun.

Jelita setengah hati menerima lamaran Joni. Alasannya, saat itu Joni belum memiliki pekerjaan tetap. Kemudian, Jelita sudah memutuskan untuk menikah di usia 23 tahun.

"Tapi terpaksa menerima pinangan," ujar Jelita saat ditemui di Pengadilan Agama Kota Cimahi beberapa waktu lalu.

Kegundahan Jelita menerima lamaran Joni terbukti beberapa saat usai mereka mengikat janji.

Baca Juga: Belasan Santriwati Diperkosa Guru, Ridwan Kamil Dorong RUU TPKS Segera Terealisasi

Joni sang suami mulai menunjukan perilaku buruk. Mulai dari kerap berbohong dan menjalin hubungan asmara dengan perempuan lain hingga tak memberi nafkah yang cukup dan layak.

"Aku contohin, seminggu dulu dia misal dapat Rp 700 ribu, yang dikasih ke aku cuma Rp 100 ribu," ujar Jelita.

Bukan cuma itu, Jelita juga mengaku kerap mendapat perlakuan buruk dari Joni yang sering kali mabuk minuman beralkohol.

Jelita enggan mengungkapkan perlakuan buruk apa yang ia dapatkan ketika Joni dalam kondisi mabuk. Namun, perlakuan buruk yang ia terima itu cukup membuatnya berani mengambil keputusan untuk pisah ranjang.

"Aku kerja, pisah ranjang," ungkapnya.

Baca Juga: Luka Korban Dosen Unsri: Dilecehkan, Dikirim Pesan Porno, Disekap Saat Yudisium


Ada dalam Ikatan Pernikahan, Korban Kekerasan Seksual Bingun Harus Lapor ke Mana

Load More