Artinya dengan kontrak menyewa lahan untuk dua tahun atau dua kali musim panen, para buruh tani bisa memperoleh 12 ton gabah basah untuk sekali sewa satu bouw.
"Kalau gambaran jaman dulu sebelum ada PLTU itu per-bouw bisa sampai 5 ton atau 6 ton, padi basah," ungkap Rodi.
Bahkan jelas Rodi bagi masyarakat di Anjatan, saat wilayah di luar Indramayu terdampak karena inflasi dan lain sebagainya, kondisi itu tidak mereka alami.
Namun gambaran di atas hanya sesaat. Setelah dibangunnya PLTU 1 Indramayu, buruh tani bisa berpikir ratusan kali untuk menyewa lahan pertanian.
Baca Juga: Kolaborasi Berikan Bantuan Kepada UMKM Eks Pekerja Konstruksi PLTU Batang
Harga sewa tanah pun yang dulu melambung tinggi disertai dengan hasil panen melimpah, kini terjun bebas. Harga sewa tanah turun drastis.
"Sekarang itu di kecamatan Anjatan harga (sewa) paling tinggi 12 juta," ucap Rodi.
Surmi, salah satu warga Desa Mekarsari yang juga berprofesi sebagai buruh tani masih ingat betul dulu ia masih bisa menghasilkan enam ton gabah basah dalam satu kali musim panen.
Namun hal itu tak lagi ia rasakan pasca berdirinya PLTU 1 Indramayu. Hasil panen yang ia dapat berkurang hampir 50 persen. Surmi hanya bisa menelan ludah saat panen hanya mendapat 3 ton bahkan pernah hanya 1 ton saja.
Apakah penurunan hasil panen disebabkan karena hama tikus misalnya? Surmi menolak tegas. Menurutnya, hama tikus memang jadi masalah umum bagi petani, tapi bisa diantisipasi.
Baca Juga: Menko Airlangga Klaim Indonesia Berhenti Gunakan PLTU Batu Bara Pada 2027
"Kalau dulu sebelum ada PLTU engga kaya gitu, penyakit biasa aja kaya hama-hama gitu," ucap Surmi.
Masalahnya bukan soal hama, kata Surmi. Masalah utamnya soal tanah yang ia garap tak lagi gembur dan subur. Hal itu terjadi sejak PLTU 1 Indramayu berdiri.
Surmi menjelaskan saat dirinya menanam padi bukannya tumbuh malah menjadi mati. "Dimulai dari akarnya kadang membusuk, lalu tanaman padi berubah warna menjadi merah,"
Mendapati situasi seperti itu, Surmi dan petani lain mau tidak mau harus mengganti bibit padi yang rusak dengan yang baru dan harus kembali membajak sawah dari awal.
Nah saat proses pembajakan kedua ini, tanah seharusnya bisa menjadi subur tapi yang terjadi justru bertambah rusak.
"Kebanyakan pada nanem lagi jadi dua kali kerja. Di urai bukan jadi bagus tapi jadi ambles tanahnya," jelas Surmi.
Berita Terkait
-
Bentangkan Spanduk 'STOP BIOMASS CO-FIRING', Warga Jatayu Tolak Keras Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Indramayu
-
Kriminalisasi Tak Surutkan Masyarakat Jatayu Tolak PLTU 1 Indramayu
-
Ustadzah Halimah Alaydrus, Cucu Nabi Muhammad Asal Indramayu Paling Populer: Tak Mau Wajahnya Dilihat Pria
-
Petambak Ikan di Indramayu Gunakan Gas Elpiji Sebagai Bahan Bakar Pompa Air
-
Mendag Zulhas Lepas Ekspor Perdana dan Borong 1 Ton Mangga Indramayu
Tag
Terpopuler
- 3 Tempat Netral yang Lebih Cocok Jadi Tuan Rumah Round 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
- Drawing Round 4 Kualifikasi Piala Dunia: Timnas Indonesia Masuk Pot 3, Siapa Lawannya?
- 7 Rekomendasi Mobil Bekas Murah Berdesain Mewah: Harga Mulai Rp 60 Jutaan
- Striker Langganan STY Tak Dipanggil Patrick Kluiver Berakhir Main Tarkam
- 5 Mobil Bekas buat Touring: Nyaman Dalam Kabin Lapang, Tangguh Bawa Banyak Orang
Pilihan
-
5 Rekomendasi Mobil Bekas Kapasitas 8 Orang, Kursi Nyaman untuk Perjalanan Jauh
-
Kisah Pilu dari Ngaran Krajan: Kampung Juru Kunci Candi Borobudur yang Digusur dan Dilupakan
-
Bau Busuk Pantura, Petani Tambak Demak Merugi Puluhan Juta: Limbah Pabrik Bunuh Ribuan Ikan!
-
Timnas Indonesia Dilumat Jepang, Media Korsel: Penak Jaman STY Toh?
-
Update Ranking FIFA Timnas Indonesia, Turun Usai Dibantai Jepang!
Terkini
-
Perjalanan Haji Terakhir Apang, Warga Garut Itu Berpulang di Tanah Suci
-
Susah Dapat Kerja? Platform Digital Inovatif Ini Siap Bantu Warga Jabar
-
Terkuak! Dokter Terduga Pemerkosa Pasien Punya Fantasi Seksual Menyimpang
-
Sidang Korupsi Hibah NPCI Jabar: Hasil Audit Perkara Kevin Fabiano Dinilai Cacat Hukum
-
Terdapat 5 Link DANA Kaget Khusus untuk Warga Jabar, Klaim Sekarang Auto Cuan