Scroll untuk membaca artikel
Galih Prasetyo
Senin, 31 Oktober 2022 | 08:10 WIB
Aksi yang dilakukan Warga Jaringan Tanpa Asap Batu Bara (Jatayu) Indramayu, di lahan milik salah satu warga di sekitar area PLTU 1 Indramayu (Suara.com / Danan Arya).

Para pemilik lahan saat ini dibuang bingung pasca beton PLTU 1 Indramyu berdiri. Mereka bingung karena lahan yang mereka punya disewa dengan harga sangat murah oleh buruh tani.

Hal ini tentu saja diakibatkan tanah yang tak lagi subur membuat buruh tani tak berani menyewa lahan dengan harga mahal.

Sebelum adanya PLTU 1 Indramayu, pemilik tanah di Kecamatan Anjatan menyewakan lahannya dengan harga Rp 25 juta untuk dua kali musim tanam, artinya para buruh tani dapat memanfaatkan lahan yang telah disewa selama satu tahun lebih.

Dulu, dengan rasa semangat buruh tani berebut untuk bisa menyewa lahan tani. Di sana, hitungannya petani bisa menyewa satu bouw atau sekitar 7000 meter persegi.

Baca Juga: Kolaborasi Berikan Bantuan Kepada UMKM Eks Pekerja Konstruksi PLTU Batang

Bagi buruh tani, menyewa lahan seluas itu tidak merugi karena satu kali panen mereka bisa memperoleh lima sampai enam ton gabah basah.

Artinya dengan kontrak menyewa lahan untuk dua tahun atau dua kali musim panen, para buruh tani bisa memperoleh 12 ton gabah basah untuk sekali sewa satu bouw.

"Kalau gambaran jaman dulu sebelum ada PLTU itu per-bouw bisa sampai 5 ton atau 6 ton, padi basah," ungkap Rodi.

Bahkan jelas Rodi bagi masyarakat di Anjatan, saat wilayah di luar Indramayu terdampak karena inflasi dan lain sebagainya, kondisi itu tidak mereka alami.

Namun gambaran di atas hanya sesaat. Setelah dibangunnya PLTU 1 Indramayu, buruh tani bisa berpikir ratusan kali untuk menyewa lahan pertanian.

Baca Juga: Menko Airlangga Klaim Indonesia Berhenti Gunakan PLTU Batu Bara Pada 2027

Harga sewa tanah pun yang dulu melambung tinggi disertai dengan hasil panen melimpah, kini terjun bebas. Harga sewa tanah turun drastis.

Load More