Andi Ahmad S
Kamis, 04 Desember 2025 | 15:26 WIB
Lokasi TPA Galuga di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. ANTARA/M Fikri Setiawan.
Baca 10 detik

DPRD Bogor menyetujui perpanjangan PKS TPAS Galuga namun dengan catatan keras yang menuntut transparansi radikal serta mekanisme sanksi kuat agar perjanjian ini punya gigi atau kekuatan hukum nyata.

DPRD mendesak detail teknis PKS termasuk operator, Standar Layanan Minimal, SOP kedaruratan (longsor, lindi, kebakaran), dan jumlah sampah untuk menjamin enforceability serta keselamatan lingkungan.

Perpanjangan kerja sama ini harus menjadi solusi menang-menang yang menguntungkan daerah dan warga terdampak, serta wajib menjaga lingkungan hidup dengan teknologi pengolahan sampah yang tepat.

SuaraJabar.id - Pengelolaan sampah di wilayah aglomerasi Bogor kembali menjadi sorotan utama di meja parlemen. Bukan rahasia lagi bahwa Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPAS) Galuga memegang peranan vital bagi kebersihan Kota dan Kabupaten Bogor.

Menyikapi urgensi tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bogor akhirnya menyetujui perpanjangan Perjanjian Kerja Sama (PKS) pengelolaan TPAS Galuga dalam rapat paripurna, Rabu (3/12/2025).

Namun, persetujuan ini tidak diberikan secara cuma-cuma. DPRD memberikan "lampu hijau" dengan catatan tebal dan ultimatum keras. Ketua DPRD Bogor, Adityawarman Adil, menegaskan bahwa PKS ini tidak boleh hanya menjadi dokumen formalitas belaka di atas meja birokrasi.

Ia menuntut adanya transparansi radikal dan mekanisme sanksi yang jelas untuk menjamin keberlangsungan lingkungan hidup.

Bagi generasi muda yang peduli lingkungan, pengelolaan sampah yang buruk adalah mimpi buruk masa depan. Adityawarman menekankan bahwa dokumen kerja sama ini harus memiliki "gigi" atau kekuatan hukum yang nyata.

Pembahasan alot telah dilakukan di Komisi I dan III serta Badan Musyawarah untuk memastikan tidak ada celah yang merugikan publik.

“Kami meminta kejelasan atas operator resmi, Standar Layanan Minimal dan detail teknis lain, agar PKS ini tidak hanya menjadi dokumen administratif,” kata Adityawarman dilansir dari Antara, Kamis 4 Desember 2025.

Poin ini sangat krusial untuk menghindari praktik saling lempar tanggung jawab antar instansi jika terjadi masalah di lapangan. Transparansi antar kedua daerah (Kota dan Kabupaten) harus dijamin agar asas keadilan terpenuhi.

Salah satu sorotan tajam dari DPRD adalah aspek keselamatan dan lingkungan. Tragedi longsor sampah yang pernah terjadi di berbagai daerah di Indonesia menjadi pelajaran mahal. Oleh karena itu, Adityawarman mendesak agar Standard Operating Procedure (SOP) kedaruratan dicantumkan secara rinci.

Baca Juga: Miris! Lapor Bapak Selingkuh dan Nikah Siri, Anak Pejabat Disdik Bogor Malah Telan Pil Pahit

“PKS harus memiliki enforceability yang kuat. Detail penggunaan Galuga perlu dicantumkan, termasuk jumlah sampah, zonasi, SOP darurat longsor landfill, banjir lindi, dan kebakaran,” ujarnya.

DPRD meminta agar penerima manfaat PKS ditulis jelas sebagai dasar pelaporan berkala tiap triwulan. Lebih jauh, jika ada pihak yang melanggar kesepakatan, hukum harus berbicara.

“Kami juga mendorong agar dituangkan mekanisme sanksi dan penegakan hukum terhadap pelanggar PKS ini,” tegas dia.

Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Bogor, Karnain Asyhar, menyoroti aspek sosial ekonomi. Perpanjangan kerja sama ini harus memberikan dampak positif, bukan hanya memindahkan masalah sampah dari kota ke kabupaten.

“Komisi I dan III menegaskan bahwa PKS harus menjadi win-win solution bagi daerah dan warga terdampak, serta menjaga lingkungan hidup dengan teknologi pengolahan yang tepat,” kata Karnain.

Merespons tekanan legislatif, Pemerintah Kota Bogor menyatakan kesiapannya. Wakil Wali Kota Bogor, Jenal Mutaqin, mengapresiasi langkah kritis DPRD. Ia melihat ini sebagai bentuk check and balance yang sehat demi pelayanan publik yang lebih baik.

Load More