Andi Ahmad S
Rabu, 10 Desember 2025 | 22:28 WIB
Ilustrasi Proyek Geothermal Energy Cianjur [Ist]
Baca 10 detik
  • Warga Cianjur menagih janji kampanye Bupati Wahyu Ferdian untuk menolak proyek geothermal yang dinilai mengancam ekosistem Gunung Gede Pangrango. 

  • Ketidakhadiran Bupati saat warga menagih janji menolak geothermal memicu kekecewaan mendalam dan anggapan bahwa Cianjur telah kehilangan sosok pemimpin. 

  • Penolakan proyek geothermal didorong trauma gempa 2022. Warga khawatir proyek tersebut merusak lingkungan dan memperburuk kerentanan tanah di zona rawan bencana. 

SuaraJabar.id - Suhu politik di Jawa Barat kembali memanas, bukan karena pilkada yang baru dimulai, melainkan karena tagihan janji lama yang belum lunas kepada Bupati Cianjur.

Ratusan warga dari kaki Gunung Gede-Pangrango, Cianjur, pada Rabu siang tadi turun gunung melakukan aksi protes besar-besaran. Sasaran mereka jelas Kantor Bupati Cianjur.

Bagi kamu yang mengikuti isu lingkungan terhadap pejabat publik, aksi ini membuka mata kita tentang pentingnya mengawal janji politik.

Warga tidak sekadar datang untuk bersilaturahmi, melainkan menuntut pertanggungjawaban Bupati Mohammad Wahyu Ferdian terkait izin proyek pembangkit listrik panas bumi (geothermal).

Mengapa warga begitu marah dan apa yang sebenarnya terjadi? Berikut adalah 5 fakta kunci dari aksi protes yang sedang viral ini:

1. Menagih "Utang" Janji Kampanye

Aksi konvoi panjang dari wilayah utara Cianjur ini bukan tanpa alasan. Warga merasa dikhianati. Perwakilan massa aksi, Deden Patra, menegaskan bahwa kedatangan mereka memiliki dasar yang kuat, yakni menagih komitmen lisan yang pernah diucapkan sang Bupati saat merayu suara rakyat.

Saat masa kampanye, Mohammad Wahyu Ferdian dilaporkan berjanji akan berdiri di garda terdepan bersama rakyat untuk menolak proyek geothermal di Kecamatan Pacet dan Cipanas.

"Masyarakat di bawah kaki gunung menilai proyek tersebut akan merusak lingkungan dan dapat mengundang bencana, ini juga disampaikan Bupati Cianjur sebelum terpilih akan menolak dan melawan proyek panas bumi bersama masyarakat," tegas Deden dalam orasinya.

Baca Juga: Ratusan Warga Serbu Kantor Bupati Cianjur Tolak Proyek Geothermal Gunung Gede - Pangrango

2. Pejabat yang 'Ghosting' Saat Dibutuhkan

Istilah ghosting ternyata tidak hanya berlaku dalam hubungan asmara, tapi juga hubungan rakyat dan pemimpinnya. Saat ratusan warga sudah menempuh perjalanan jauh untuk mengadukan nasib, Bupati Cianjur justru tidak berada di tempat.

Situasi ini memicu kekecewaan mendalam. Massa hanya ditemui oleh aparat keamanan gabungan dari TNI/Polri dan Satpol PP. Deden Patra menyuarakan rasa frustrasinya dengan lantang.

"Kami sangat kecewa Bupati yang berjanji akan melawan dan menolak tidak berani hadir di depan masyarakat yang sudah memilih-nya, tapi bagi kami ketika ada proyek di bawah kaki gunung yang ditakutkan dapat memicu terjadinya bencana akan terus kami tolak," katanya.

3. Trauma Kelam Gempa 2022

Penolakan warga bukan berdasarkan paranoia semata, melainkan trauma nyata. Ingatan warga Cianjur masih sangat segar akan tragedi gempa magnitudo 5.6 pada tahun 2022. Bencana tersebut meluluhlantakkan belasan desa dan merenggut 600 nyawa saudara mereka.

Load More