SuaraJabar.id - Nana Mulyana (42) memperlihatkan sebuah foto tumpukan sampah dari gawai miliknya saat ditemui Suara.com di kediamannya, Kampung Bojong Malati, Kabupaten Bandung, Rabu (24/7/2019). Terlihat sampah dalam foto itu menumpuk di sebuah area dengan ketinggian mencapai 2 meter.
Foto itu ia abadikan sekitar empat tahun lalu. Tumpukan sampah itu berada di area lahan kosong yang bersebelahan dengan tempat pemakaman umum di Kampung Bojong Malati, Desa Rancaekek Kulon, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung.
Nana yang sehari-hari bekerja sebagai guru ngaji itu mengaku resah dengan tumpukan sampah yang setiap harinya terus bertambah, bahkan sampah itu sudah mulai memasuki area pemakaman di sana.
"Itu sekitar tahun 2015, saya akhirnya memutuskan untuk membersihkan sampah itu bersama warga di sini. Awalnya guru ngaji saya, KH Ujang Fahyudin menyuruh saya agar sampah di sini harus bersih karena masyarakat sudah resah, ya saya tidak bisa menolak kalau sudah disuruh guru kan," kata Nana.
Baca Juga:Anies Target Peja Jalan Jakarta Bebas Sampah Plastik Rampung Agustus 2019
Nana pun bergegas menyelesaikan masalah tumpukan sampah itu. Awalnya, dia dan masyarakat sekitar berencana mengangkut sampah itu ke Tempat Penampungan Sementara (TPS) di daerah lain, tapi lokasi Desa Bojong Malati tidak dimasuki mobil truk yang berukuran jumbo untuk mengangkut sampah itu. Walhasil, dia pun berinisiatif untuk membakar sampah itu.
"Itu memang banyak sampahnya, kalau dikira-kira sekitar 50 truk. Nah kalau diangkut biaya bisa membengkak karena kan mobil truk nggak bisa masuk ke sini," jelasnya.
Nana membuat bangunan seluas 4x4 meter yang difungsikan sebagai tempat pembakaran sampah itu. Sampah yang menumpuk itu akhirnya habis dalam kurun waktu sekitar 3 bulan.
Abu sisa pembakaran sampah itu, dimanfaatkan Nana dan beberapa rekannya untuk dijadikan paving blok dengan cara dicampur semen lantas dibentuk menggunakan cetakan paving blok.
Kisah itu merupakan awal Nana terjun ke dunia persampahan. Perlahan, Nana mulai menyadari kalau penyelesaian masalah sampah itu tidak bisa hanya dengan kampanye mengajak agar masyarakat bisa tertib dalam membuang sampah, melainkan harus ada tindakan nyata dengan terjun langsung menangani masalah sampah hingga tak bersisa.
Baca Juga:Gaya Keren Menteri Susi Pakai Sepatu dari Sampah Plastik
Pengolahan Sampah Terpadu

Setelahnya, lahan kosong yang awalnya dijadikan tempat pembuangan sampah ilegal itu akhirnya diresmikan sebagai Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST). Nana menjabat sebagai Ketua TPST.
Hingga kini, TPST memiliki pekerja sebanyak 30 orang dengan rata-rata honor per hari sebesar Rp 80 ribu dari hasil pengolahan sampah.
"Awalnya kan mereka gengsi untuk bekerja mengolah sampah, tapi dengan pendekatan obrolan dan ada bukti kalau sampah itu ada nilai ekonomisnya, sekarang justru malah jadi pada ngantri pengen ikut ngolah, ya bagus lah," katanya.
Deni Priadi (55), salah satu pengurus bank sampah Bojong Malati mengatakan awalnya hanya ikut-ikutan saja dengan Nana untuk mengolah sampah.
"Ternyata sampah itu memiliki nilai ekonomis. Makanya saya mengajak warga di sini untuk memilah sampah sebelum dibuang, dan bisa nabung di bank sampah. Uangnya lumayan bisa buat bayar listrik, atau beli pulsa," ujar Deni.
Nana yang awalnya hanya dikenal sebagai ustaz di kampungnya, perlahan mulai dilirik oleh masyarakat sebagai aktivis sampah. Dia semakin jauh bergelut dengan sampah. Pemahaman dan pengetahuan Nana tentang sampah semakin hari semakin bertambah.
Dia pun didapuk menjadi salah satu fasilitator Sabilulungan Bersih (Saber) yang merupakan program pemerintah Kabupaten Bandung untuk penyelesaian masalah sampah.
"Ya tahun 2016, saya dipanggil ke Pemda menjadi fasilitator Saber," katanya.
Bagi Nana, masalah sampah bisa selesai kalau masyarakat ada kemauan untuk menyelesaikan masalah sampah itu. Mulai dari memilah sampah, hingga mendaur ulang sampah bisa dilakukan asalkan ada kemauan yang serius.
"Ya kan kita harus peduli dengan lingkungan kita, ketika banyak sampah, solusinya bukan dibuang, itu mah hanya memindahkan masalah saja, tapi lebih baik kita manfaatkan sampah itu," tukasnya.
"Apalagi kan landasannya jelas dalam Al-Quran surat Al Araf ayat 56, yang artinya 'Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah Allah memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik," tambahnya.
Banyak produk dari hasil olahan sampah yang berhasil Nana dan rekan-rekannya buat. Mulai dari peci dari pelepah palm gajah, kaligrafi, hingga berbagai macam ekobrik seperti kursi dan meja dari botol plastik hingga perahu dari botol plastik pun berhasil dibikin Nana dan kawan-kawan.
Ekobrik Perahu dan Kursi dari Botol Plastik

Susunan ratusan botol plastik tampak rapih berjajar membentuk sebuah perahu berukuran 2,7 meter x 1,6 meter. Perahu itu sengaja disandarkan ke dinding ruang tamu di kediaman Nana. Telihat lakban transparan melapisi bagian atas dan pinggir perahu itu.
"Lakban ini hanya sebagai perekat tambahan saja, perahu botol ini kan pengerjaan disambung menggunakan perketat lem kemudian diikat dengan tali dari limbah kain," papar Nana.
Perahu itu sengaja dibuat Nana sebagai bukti kepada masyarakat kalau sampah itu memiliki nilai ekonomis. Satu unit perahu plastik itu terjual seharga Rp 3 juta.
"Sekarang ini ada pesanan lagi sebanyak 6 unit perahu botol, nah kita cukup kelabakan mencari botol plastik bekasnya, karena kan kalau dikumpulkan hanya dari bank sampah disini pasti waktunya sangat lama," ujar dia.
Nana pun bekerja sama dengan bank sampah di desa lain guna mengumpulkan bahan baku berupa botol plastik untuk merakit perahu ekobrik itu. Satu unit perahu membutuhkan sekitar 900 biji botol plastik.
Perahu dengan berat sekitar 45 kilogram itu, maksimal bisa menahan beban sekitar 250 kilogram.
"Ya maksimal untuk 4 orang penumpang," katanya.
Selain perahu, Nana pun berhasil menciptakan kursi dan meja dari botol plastik bekas. Proses awal pembuatan ekobrik kursi dan meja itu yakni dengan cara mengisi botol plastik dengan sampah residu hingga padat dan nyaris tidak menyisakan rongga ruang di bagian dalam botol itu.
Lantas, setelahnya botol yang sudah terisi sampah residu itu disusun dan diberikan perekat hingga membentuk kursi juga meja. Sepasang kursi dan meja itu dihargai antara Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta.
Menurutnya, pembuatan kursi dan meja itu membuktikan kalau sampah plastik itu tidak bersisa dan seluruhnya bisa dimanfaatkan.
"Ya kan sampah residu atau sampah yang tidak ada nilai jualnya seperti bungkus permen dan yang lainnya itu bisa kita manfaatkan," kata dia.
Terkini, dia sedang mengembangkan pembuatan papan dari sampah residu dengan menggunakan mesin pres. Nana mengklaim papan itu lebih kuat dari papan MDF.
Nana mengaku sempat mengikuti pelatihan singkat di Balai Besar Pulp dan Kertas di Dayeuh Kolot, Kabupaten Bandung, untuk bisa mendapat ilmu membuat papan dari sampah residu itu.
Namun, kata dia, kendalanya untuk membuat papan sampah residu itu membutuhkan mesin pres yang harganya memang cukup berat di saku.
"Iya mungkin itu untuk kedepan, karena mesinnya sangat mahal itu bisa sampai ratusan juta. Makanya, saya masih harus banyak sharing dengan yang pihak lain seperti peneliti yang konsen di bidang itu," kata ayah empat anak itu.
Sementara itu, untuk sampah organik, Nana dan kelompok pengelola sampah di kampungnya kini sedang fokus mengembangkan lalat tentara hitam yang bisa menghasilkan belatung.
Belatung itu memiliki kemampuan untuk memakan sampah organik. Pemanfaatan belatung itu yakni digunakan sebagai pakan ternak seperti unggas-unggasan ataupun ikan lele.
Kontributor : Aminuddin