Ribuan Buruh Bekasi Minta Perlindungan Pemda Soal Revisi UU Ketenagakerjaan

Wacana revisi Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 sudah digulirkan beberapa kali oleh pemerintah.

Chandra Iswinarno
Kamis, 08 Agustus 2019 | 14:04 WIB
Ribuan Buruh Bekasi Minta Perlindungan Pemda Soal Revisi UU Ketenagakerjaan
Ribuan buruh di Bekasi menggelar aksi meminta dukungan pemerintah daerah setempat mengawal revisi UU Ketenagakkerjaan pada Kamis (8/8/2019). [Suara.com/M Yacub Ardiansyah]

SuaraJabar.id - Sebanyak kurang lebih 1.500 buruh di Kabupaten/Kota Bekasi, Jawa Barat turun aksi meminta perlindungan dari pemerintah daerah setempat soal UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

Buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Kimia, Energi, dan Pertambangan serta Serikat Pekerja Seluruh Indonesia tersebut menggelar aksi di depan Kantor Wali Kota Bekasi dan Kantor Pemerintah Kabupaten Bekasi pada Kamis (8/8/2019).

"Aksi ini kami menolak rencana pemerintah merivisi undang-undang nomor 13 tahun 2003 karena akan merugikan para pekerja," kata Koordinator penolakan revisi dari Pimpinan Cabang FSP KEP SPSI Kab/Kota Bekasi, Guntoro.

Menurutnya, aksi yang dilakukan tersebut untuk mendorong pemerintah daerah di Bekasi memberikan perlindungan bagi pekerja dan membuat surat rekomendasi ke pemerintah pusat dan DPR RI untuk menolak revisi undang-undang ketenagakerjaan.

Baca Juga:Wow! Wali Kota Bekasi Bakal Canangkan Gerakan Magrib Mengaji

Ia menjelaskan, wacana revisi Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 sudah digulirkan beberapa kali oleh pemerintah. Bahkan sejak pada tahun 2004 atau pasca adanya undang-undang keternagakerjaan.

Berikutnya digulirkan kembali pada tahun 2006 yang memicu perlawanan secara massif dari seluruh pekerja dan serikat pekerja di Indonesia. Kemdudia diajukan lagi pada tahun 2010 dan tahun 2012.

"Serta yang paling terakhir dan memanas di kalangan pekerja Indonesia yaitu revisi yang digulirkan pada tahun 2019 ini," ungkap Guntoro.

Ia mengatakan, beberapa kajian telah dilakukan berbagai lembaga untuk mengurai dan menganalisa UU Nomor 13 tahun 2003. Dari sekian banyak hasil kajian tersebut, kata dia, terdapat benang merah dan satu kesamaan sebagai garis bawah yang sangat penting.

"Isinya yaitu, UU Nomor 13 tahun 2003 dianggap kurang kompatibel bagi dunia usaha dan iklim investasi serta lupa mempertimbangkan tinjauan dan kepentingan dari sisi perlindungan bagi pekerja. Bahkan, justru sebaliknya merugikan kepentingan pekerja (termasuk isu lama besaran pesangon)," beber Guntoro.

Baca Juga:Nasabah Bank di Bekasi Baku Hantam Lawan Kawanan Bandit yang Rampas Uangnya

Menurut Guntoro, sejak rencana revisi UU Nomor 13 tahun 2003 digulirkan sampai dengan saat ini pasal-pasal diajukan untuk diubah dan yang menjadi perhatian dan kekahawatiran masih seputar pelaksanaan penyerahaan pekerjaan melalui skema outsourcing yang lebih liberal.

"Kontrak (PKWT) yang diperluas cakupan jenis pekerjaan serta jangka waktunya diperpanjang, nilai pesangon yang dibuat lebih kecil, pesangon tidak diberikan pada pekerja yang upahnya diatas PTKP, mekanisme upah diserahkan kepada pasar, dihilangkan minimum sektoral, peninjauan upah dilakukan dua tahun sekali, ketentuan tentang mogok kerja yang sangat ketat merugikan pekerja, penghapusan cuti haid dan fasilitas kesejahteraan," jelasnya.

Kontributor : Mochamad Yacub Ardiansyah

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini