SuaraJabar.id - Kesultanan Selaco atau biasa disebut Selacau Tunggul Rahayu ikut heboh diberitakan setelah keberadaan Kerajaan Agung Sejagat dan Sunda Empire mencuat ke publik.
Keraton Kesultanan Selaco atau Kesultanan Selacau ini terletak di Kecamatan Parungponteng, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Kesultanan Selaco didirikan pada tahun 2004 oleh Rohidin (41). Terdapat fakta-fakta menarik terkait pria yang mengklaim dirinya sebagai keturunan Kerajaan Padjadjaran itu.
Berikut 5 fakta seputar pendiri Kesultanan Selaco yang dirangkum Suara.com pada Senin (20/1/2020):
Baca Juga:Nomor HP Dibajak, Rekening Dibobol? Begini Cara Menghindarinya
1. Pendirinya dulu jadi penjahit
Masyarakat Kampung Cibungur, Desa Cibungur, Kecamatan Parungponteng, Kabupaten Tasikmalaya mengungkapkan latar belakang Rohidin, pendiri Kesultanan Selaco.
"Rohidin itu awalnya penjahit, merantau ke Jakarta dan tidak pulang-pulang. Pokoknya tidak ada kabar beritanya," kata Misbah, seperti diberitakan Ayotasik.com—jaringan Suara.com, Minggu (19/1/2020).
Pria itu menghilang dari perkampungan sekitar tahun 2000-an. Lalu pada akhir tahun 2003, Rohidin kembali dengan penampilan berbeda.
Rohidin sering berbicara kepada tetangga bahwa dirinya merupakan titisan atau penerus Raja Padjadjaran Surawisesa.
Baca Juga:Pemuda yang Tabrak Polantas di Senayan Positif Pakai Ganja
Beberapa bulan setelah kepulangan, kata Misbah, Rohidin membangun sebuah padepokan hingga sejumlah tanah di sekitar padepokannya dibeli.
2. Penerus Kerajaan Padjadjaran
Rohidin mengklaim dirinya adalah keturunan Raja Surawisesa. Karenanya, Kesultanan Selaco diklaimnya sebagai penerus Kerajaan Padjadjaran.
“Saya merupakan keturunan kesembilan Raja Padjadjaran Surawisesa yang bergelar Raden Patra Kusumah VIII,” kata Rohidin.
3. Diklaim telah diakui PBB
Rohidin menegaskan, kesultanannya itu sudah mendapatkan legalitas resmi dari lembaga Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada tahun 2018.
Yakni pengakuan warisan kultur budaya peninggalan sejarah kerajaan Padjadjaran saat dipimpin oleh Raja Surawisesa.
"Kami ajukan tahun 2004 silam, dan diakui oleh PBB itu tahun 2018. itu fakta sejarah tentang legalitas kami sebagai warisan budaya," ucap Rohidin.
Dalam yayasan itu, terdapat beberapa posisi seperti menteri atau mangkubumi dan keprajuritan. Wilayahnya mencakup selatan priangan timur yang meliputi Garut, Tasikmalaya, Ciamis dan Pangandaran.
"Legalitas dari PBB tadi itu meliputi nomor warisan dan izin pemerintahan kultur. Kedua, izin referensi tentang keprajuritan. Lisensi yang diberikan yaitu seni dan budaya," ujarnya.
Bagi Rohidin, NKRI tetap harga mati. Kesultanan hanya bentuk upayanya melestarikan kebudayaan.
"Buat kami NKRI itu harga mati dan segala-galanya. Kami ini penggiat budaya. mengajak kepada generasi muda dan masyarakat untuk tahu budayanya dan melestarikannya," kata Rohidin.
4. Sumber uang tidak diketahui
Warga sekitar menuturkan bahwa perkembangan pesat Kesultanan Selaco terjadi antara tahun 2009-2013. Dilakukan pembangunan mulai dari masjid, beberapa ruang pertemuan, hingga akhirnya membuat komplek kesultanan khusus di perbukitan.
Tahun 2012, Rohidin mendirikan stasiun televisi lokal dengan nama Patra Kusumah TV yang khusus menayangkan kegiatan kebudayaan kesultanannya.
Namun warga tidak mengetahui darimana sumber dana pembangunan di kesultanan tersebut.
"Nah pernah ditanya oleh warga juga, uangnya dari mana, Rohidin jawabnya yang penting masyarakat di sini makmur. Begitu jawabannya. Kita juga tidak tahu sumber uangnya, tapi yang jelas Rohidin itu sering bepergian lama," kata Epik, warga sekitar.
5. Mengaku bukan upaya penipuan
Rohidin mengklaim kesultanannya bukan upaya untuk melakukan penipuan seperti Kerajaan Agung Sejagat.
Ia menjelaskan bahwa kesultanannya mempunyai sumber pendanaan sendiri dari Sertifikat Phoenix melalui seorang grantor bernama M Bambang Utomo.
"Itu uangnya dari luar negeri, adanya di Bank Swiss. Hanya seorang grantor yang bisa mengambil uang itu. Kami tidak melakukan penipuan atau yang merugikan orang lain," ujar Rohidin.
Sumber dana ini, kata Rohidin, yang membiayai pembangunan hingga memberi gaji para petinggi di kesultanannya.