Kisah Nayla Berharap Bisa Masuk SMK Negeri untuk Ringankan Beban Ekonomi

Keinginannya untuk diterima di SMKN 2 Bandung, cukup besar. Nayla berharap bisa diterima di sekolah tersebut, karena jarak antara sekolah dengan rumah cukup dekat.

Chandra Iswinarno
Kamis, 25 Juni 2020 | 10:00 WIB
Kisah Nayla Berharap Bisa Masuk SMK Negeri untuk Ringankan Beban Ekonomi
Nayla Sakinah Khaerati (15), calon siswa baru pada jenjang SMK yang gagal pada pendaftaran PPDB tahap pertama melalui jalur afirmasi. [Suara.com/Emi La Palau]

Terlahir di tengah kondisi keluarga yang kurang mampu dalam ekonomi, Nenek Nayla, Tati Rostiawati (58) berharapa cucunya masih dapat menempuh pendidikan lebih lanjut.

“Ibu berharap Nayla bisa sekolah sampai SMA karena buat bekal dia ketika besar kalau ibu sudah tidak ada. Keadaan kakeknya begitu,” kata Tati.

Tati dan Nayla, tinggal di sebuah rumah dalam gang yang cukup sempit. Dengan luas bangunan yang tidak begitu besar, setidaknya di rumah tersebut menampung dua kepala keluarga. Untuk biaya makan dan kehidupan keseharian, Tati dibiayai oleh anak tertuanya yang berprofesi sebagai Office Boy (OB) di salah satu hotel. Namun, saat pandemi melanda, anak tertuanya terpaksa kehilangan pekerjaan.

Kini praktis, untuk makan keseharian, Tati dan keluarga hanya berharap bantuan dari pemerintah. Dan sedikit hasil jualan pada warung di depan rumahnya yang tidak seberapa. Suami Tati, sebagai pekerja serabutan dan buruh di tengah pandemi semakin sulit mendapatkan pekerjaan. Beruntung ada sisa-sisa bantuan dari pemerintah untuk bertahan hidup.

Baca Juga:Hampir Gagal Ikut PPDB Jabar, Koordinat Alamat Rumah di Laut China Selatan

Awam Teknologi

Sebagai masyarakat awam yang tidak paham teknologi dan tidak memiliki fasilitas teknologi yang memadai untuk mendaftar PPDB, Tati mempercayakan pendaftaran PPDB secara online kepada Forum Masyarakat Peduli Pendidikan (FMPP) Jawa Barat. Dengan harapan besar agar sang cucu dapat melanjutkan pendidikan di tingkat SMA sederajat.

“Ibu tinggal di rumah ini, dikasih makannya sama anak yang paling gede, kerja jadi OB, sekarang anak yang gede tidak kerja, di berhentiin karena corona. Ibu sehari-hari dari anak, ada sedikit dipakai untuk buka jualan (snack), dan untuk beli beras. Kesulitan banyak, makanya saya minta tolong ke bu Tini bagaimana supaya Nayla bisa sampai SMA,” ungkap Tati.

“Pengennya ke SMK 2, karena sejalur naik angkot, karena tidak punya kendaraan dan cukup dekat dari rumah. Kalau milih SMK 1 jauh, harus naik dua kali angkot,” lanjut Tati menceritakan.

Tati mendapat informasi dari salah seorang teman, untuk meminta bantuan kepada salah satu perwakilan dari FMPP, Tini.

Baca Juga:PPDB Jabar Bermasalah, DPRD: Minim Infrastruktur, Sistem Daring Kurang

Tati mengungkapkan, Nayla juga sempat terkendala ketika akan mengambil rapot karena ada tunggakan uang SPP, uang buku dan uang bangunan dari sekolah asalnya sebanyak Rp 2 juta. Beruntung, guru-guru Nayla bisa memahami keterbatasan keluarga Nayla, sehingga rapot untuk keperluan pendaftaran PPDB bisa diberikan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini