Getir Hidup Transpuan Bandung Dihantam Pandemi Corona Hingga Diskriminasi

Pembelajaran dari kasus Ferdian Paleka tak berpengaruh.

Pebriansyah Ariefana
Senin, 24 Agustus 2020 | 19:29 WIB
Getir Hidup Transpuan Bandung Dihantam Pandemi Corona Hingga Diskriminasi
Cerita transpuran di Bandung. (Suara.com/Emi)

Ketika dikonfirmasi mengenai hal tersebut Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat, Dodo Suhendar membenarkan bahwa prosedur pengajuan bantuan sosial bagi komunitas atau organisasi terdampak Covid-19, di luar data penerima bantuan atau non-Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), harus melalui proposal. Dalam proposal harus melampirkan data organisasi dan jumlah penerima manfaat.

“Kalau di luar data non-DTKS dan DTKS yang meminta bantuan harus membuat proposal terlebih dahulu, terkait permintaan bantuan tersebut, untuk komunitas apa,” ungkapnya kepada SuaraJabar.id (11/8/2020).

Dijelaskan bahwa masyarakat atau komunitas yang ingin mengajukan bantuan bisa langsung datang ke Dinsos yang ada di kabupaten atau kota masing-masing. Dinsos membuka layanan terkait informasi mengenai prosedurnya, atau masyarakat dapat mengajukan melalui Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jawa Barat (Pikobar).

Disampaikan bahwa proposal yang diajukan tidak perlu berupa pengajuan bantuan keuangan. Tapi berisi pemberitahuan bahwa organisasi ini terdampak Covid-19 yang berisi nama organisasi, pengurus dan alamat.

Baca Juga:Heboh Warga Antre di Pengadilan Agama Soreang Mau Ajukan Cerai

“Dan seharusnya diajukan sejak awal, mungkin karena kurangnya informasi, tapi kalau mau diajukan sekarang coba saja,” tambahnya.

Terkait lamanya waktu proses bantuan, Dodo mengungkapkan hal itu tergantung pada kelengkapan data. Jika datanya telah sesuai, maka pihaknya akan memproses pengajuan bantuan tersebut. Hal itu sebagai persyaratan administrasi.


Kebebasan Semakin Sulit Diekspresikan

Pascakasus prank sembako berisi sampah, bagi Luvhi, perlakukan diskriminatif di masyarakat atau pemerintahan Jawa Barat terhadap transpuan tidak ada perubahan. Dalam kehidupan sehari-hari mereka tidak bersimpati apalagi bersolidaritas atas kondisi transpuan yang kian rentan selama pandemi. Diskriminasi masih ada hingga komentar yang menyebutkan bahwa mereka memang ingin diberikan sampah.

“Banyak yang menyudutkan kami ketika pencabutan kasus,” tambahnya.

Baca Juga:Viral Antrean Panjang Orang Daftar Cerai di Pengadilan Agama Bandung

Ia bercerita, bagaimana kondisi transpuan awal tahun 2005-an hingga 2010-an masih cukup mudah mengekspresikan diri, meski stigma negatif dan sentimen di masyarakat tidak bisa dihindarkan. Belakangan, sentimen makin kuat terasa dari berbagai kelompok di masyarakat, terutama dari kelompok agama.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak