Kasus KDRT di Kabupaten Bandung Melonjak selama Pandemi Covid-19

Sejak pandemi, ada sebanyak 10,3 persen responden mengaku hubungan mereka dengan pasangan semakin tegang.

Ari Syahril Ramadhan
Senin, 30 November 2020 | 10:58 WIB
Kasus KDRT di Kabupaten Bandung Melonjak selama Pandemi Covid-19
ILUSTRASI. Korban KDRT di Indrmayu. (foto : Abdul Rohman/ Suarajabar.id)

SuaraJabar.id - Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menjadi kasus terbanyak yang ditangani Yayasan Sapa Institute di Kabupaten Bandung sepanjang 2020 ini.

Yayasan Sapa menangani 5o kasus kekerasan pada Januari-Oktober 2020. Di antaranya adalah kasus kekerasan seksual (KS), kekerasan dalam pacaran (KDP) dan yang lainnya.

Dari jumlah itu, ada kasus KDRT sebanyak 41 kasus pada periode itu. Puncak kasus terjadi pada Juli dengan jumlah kasus mencapai 12 kasus.

Sisanya KDP, KS dan kekerasan terhadap Pekerja Buruh Migran (PMI) masing-masing menyumbang 2 kasus, ditambah Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) berjumlah 3 kasus.

Dari sisi pekerjaan korban, ibu rumah tangga (IRT) menjadi kelompok yang paling banyak mengalami kekerasan dengan jumlah sebanyak 30 orang.

Baca Juga:Bertahan di Tengah Pandemi dengan Bisnis Lukis Sepatu

Sisanya, perempuan yang berprofesi sebagai buruh pabrik berjumlah 4 orang, buruh harian lepas, wiraswasta, karyawan swasta dan pelajar masing-masing 3 orang, ditambah pedagang dan mahasiswa yang masing-masing berjumlah 2 orang.

Sementara itu, dari sisi relasi pelaku dengan korban, kategori suami menjadi yang terbanyak melakukan kekerasan terhadap korban dengan jumlah 38 orang. Adapun rentang usia korban kekerasan tebanyak dialami oleh rentang usia 25-40 tahun dengan jumlah 21 korban.

Meskipun tidak signifikan, tapi terjadi kenaikan kasus KDRT dibandingan dengan dua tahun sebelumnya. Pada 2019, kasus KDRT yang ditangani Sapa mencapai 38 kasus dari jumlah total kasus kekerasan sebanyak 57 kasus. Sementara pada 2018, kasus KDRT berjumlah 28 kasus dari total kasus kekerasan yang ditangani sebanyak 44 kasus.

Koordinator Program Yayasan Sapa Institute, Dindin Syarifuddin mengatakan, gambaran data itu bisa diasumsikan bahwa semakin kesini pemahaman masyarakat khususnya di Kabupaten Bandung lebih meningkat tentang masalah kekerasan terhadap perempuan.

Tersangka AS (28) memeragakan adegan penusukan yang dilakukan kepada istrinya dalam rekonstruksi di halaman Mapolres Serang, Banten, Jumat (5/6/2020). [Foto: Banten News]
ILUSTRASI. Tersangka AS (28) memeragakan adegan penusukan yang dilakukan kepada istrinya dalam rekonstruksi di halaman Mapolres Serang, Banten, Jumat (5/6/2020). [Foto: Banten News]

Hal itu tergambar dari jumlah kasus yang ditangani yang terus meningkat berdasarkan laporan yang diterima Sapa.

Baca Juga:Kreativitas Bisnis Lukis Sepatu Bertahan di Tengah Pandemi

“Masyarakat mulai berani dan melaporkan kasus kekerasan yang diterima, mereka lebih melek karena mereka paham akan hak-haknya, akan kekerasan yang diterimanya,” ucapnya.

“Masyarakat mulai ngeh (sadar) misalkan dari sisi lingkungan, dulu yang lapor biasanya korban, tapi sekarang tetangga atau keluarga udah berani lapor, artinya lingkungan mulai ngeuh akan isu ini, walau korban tidak berani lapor tapi lingkungan yang justru merespon,” bebernya.

Namun, kata dia, di sisi lain pandemi menjadi semacam triger untuk korban melaporkan tindakan kekerasan yang dialaminya. Berdasarkan keterangan korban, ucap dia, KDRT memang sudah lama terjadi bahkan jauh-jauh hari sebelum adanya pandemi, tapi intensitas kekerasan yang dialami korban memuncak ketika pandemi berlangsung.

“Meski ada kenaikan tapi penambahan korban memang tidak terlalu signifikan, cuma intensitas kekerasan yang dialami korban memang meningkat berdasarkan hasil asesmen terhadap korban. Misalkan korbannya tetap sama (tidak bertambah) tapi memiliki kasus kekerasan sampai beberapa kali, berdasarkan laporan kasus kan itu bertambah,” cetusnya.


KDRT meningkat di masa pandemi

Baru-baru ini Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengadakan survei tentang dinamika perubahan rumah tangga semasa pandemi akibat pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak