Ada juga yang melalukan inovasi prodak dan mengalihkan bidikan konsumen. Seperti yang awalnya hanya murni hotel, kemudian nuansanya diubah menjadi cafe.
"Yang rame kan cafe, suasana dibuat cafe karena pasarnya yan ada cafe. Otomatis target pasar pindah," ungkapnya.
Kemudian yang pasti adalah mengurangi jumlah karyawan dan jam kerjanya. Seperti yang dilakukan Eko di bisnis penginapan dan wisatanya, di mana ada pengurangan karyawan yang cukup banyak.
"Saya aja 50 persen habis kontrak gak diperpanjang. Dari 240 karyawan, sekarang tinggal 123 saja. Itupun gak masuk setiap hari, jadi digilir," terangnya.
Baca Juga:Emak-emak Untung Besar Berkat Sulap Halaman Rumah Jadi Perkebunan
Eko gak bisa membayangkan jika kondisinya masih seperti ini. Mungkin saja hanya yang punya modal besar yang masih bisa bertahan di bisnis pariwisata ini. Namun, ia masih punya keyakinan kondisi ini akan berangsur membaik.
"Tapi kalau sampai ada hotel yang dijual di sini (KBB) saya belum denger," ucapnya.
Anjloknya okupansi hunian hotel tentunya berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor perhotelan di Bandung Barat. Ada penururnan hingga 50 persen dibandingkan tahun 2019.
Tahun 2019, realisasi penerimaan PAD dari hotel mencapai Rp 18.069.667.988. Sementara sepanjang tahun 2020 tercatat hanya Rp 9.892.119.987.
"Tahun 2020 itu menurun lebih dari 50 persen ketimbang 2019," ungkap Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) KBB, Heri Partomo. [Suara.com/Ferrye Bangkit Rizki]
Baca Juga:24 Jam Tenggelam di Waduk Saguling, Arip Akhirnya Ditemukan