Sudah Bayar DP sejak 2016, Kios Pasar Mekarmukti KBB Belum Juga Dibangun

Pedagang Pasar Mekarmukti akan mengadukan hal ini ke DPRD Kota Cimahi.

Ari Syahril Ramadhan
Selasa, 06 April 2021 | 10:43 WIB
Sudah Bayar DP sejak 2016, Kios Pasar Mekarmukti KBB Belum Juga Dibangun
Pasar Mekarmukti Desa Mekarmukti, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat (KBB). [Suara.com/Ferrye Bangkit Rizki]

SuaraJabar.id - Para pedagang Pasar Mekarmukti, Desa Mekarmukti, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat (KBB) meminta kejelasan perihal Down Payment (DP) sebesar 10 persen sebagai bagian dari rencana revitalisasi total pasar tersebut.

Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Mekarmukti, Ajah Subarjah mengungkapkan, revitalisasi pasar tersebut sebetulnya sudah diwacanakan sejak tahun 2015, yang direncanakan oleh kepala desa terdahulu bersama pihak investor.

"Kemudian tahun 2016 kita diminta DP 10 persen, dari harga kios yang sudah rencanakan. Ada yang Rp 25 juta, 45 juta sampai Rp 65 juta," ungkap Ajah saat ditemui pada Senin (5/4/2021).

Total DP yang terkumpul yang katanya untuk pembelian kios baru terkumpul saat itu mencapai sekitar Rp 2 miliar dari sekitar 300 pedagang Pasar Mekarmukti. Uang tersebut disetorkan kepada pihak panitian pembangunan, baik dari desa maupun pengembang.

Baca Juga:Menuai Cuan dari Tanaman Hias yang Naik Daun

Namun hingga saat ini pembangunannya belum terealisasi.

"Yang dipertanyakan pedagang, yang DP 10 persen itu kemana? Belum ada bukti. Janjinya mau bikin rekening bersama, tapi belum ditunjukan," ungkap Ajah.

DP pertama sebesar 10 persen belum jelas, baru-baru ini pedagang malah diminta DP kedua sebesar 20 persen dari total rencana biaya kios ketika pedagang diminta untuk relokasi ke pasar sementara yang sudah disediakan.

Pembangunan pasar yang beroperasi sekitar tahun 1970-an rencananya akan dilanjutkan tahun ini.

"Memang DP totalnya 30 persen, tapi sekarang belum juga relokasi sudah diminta DP. Padahal informasinya, direlokasi dulu nanti baru dikasih waktu untuk pembayaran," ujarnya.

Baca Juga:Hujan Gerimis Tak Surutkan Niat Wisatawan untuk Nikmati Lembang

Dengan itikad yang kurang baik dari Pemdes setempat dan pihak pengembang ini, para pedagang menolak untuk direlokasi apalagi sampah harus membayar dulu DP kedua sebesar 20 persen.

Para pedagang meminta panitia pembangunan menunjukan bukti Izin Mendirikan Bangunan (IMB), perencanaan anggaran, hingga kejelasan perihal DP pertama sebesar 10 persen.

"Kita menolak, kita akan bertahan kalau gak bisa memenuhi hak dan keinginan pedagang. Sampai ada kejelasan," tegasnya.

Dikatakannya, para pedagang sudah bersurat secara digital kepada Pemkab Bandung Barat agar tidak mengeluarkan izin sebelum ada kesepakatan dengan pedagang.

"Kita juga rencananya akan audiensi ke DPRD Kota Cimahi," tandasnya.

Sementara itu saat dikonfirmasi, Kepala Desa Mekarmukti Andriawan Burhanudin enggan menjelaskan secara rinci perihal DP 10 persen yang sudah dibayarkan para pedagang. Ia hanya mengatakan untuk itu teknis.

"Untuk DP itu, teknis. Intinya kita mengambil kebijakan untuk meneruskan pembangunan itu adalah tidak mengganggu kesepakatan yg dibangun antara kedua belah pihak. Baik dari pedagang dan pelaksana saat itu," bebernya.

"Pedagang memberikan DP dengan kesepakatan yg sudah di bangun dua pihak. Intinya hari ini sebagian yg diakomodir dari aspirasi yang belum mau dibangun adalah karena permasalahan internal," tambah Andriawan.

Perihal pelunasan DP, ia mengklaim agar pihak ketiga memperbaharui perjanjian yg telah dibangun sebelumnya. "Pengembang silakan membangun menjawab progres sesuai perencanaan sebelumnya dengan tanpa menarik DP sepeserpun dari pedagang. Jadi ga ada penarikan DP yang kedua untuk membangun," sebutnya.

Pasar Mekarmukti sendiri rencananya akan dibuat dua lantai dengan total kipas sebanyak 415 unit dengan ukuran 3x3 meter. Namun harganya naik dibandingkan perencanaan awal beberapa tahun lalu.

"Harganya variatif, dari Rp 60-100 juta. Tergantung blok dan posisi," tukasnya.

Kontributor : Ferrye Bangkit Rizki

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini